• 23 April 2024

Berlomba Remajakan Lahan Sawit

uploads/news/2020/01/berlomba-remajakan-lahan-sawit-26202726c3746db.jpg

Provinsi Sumatera Selatan menjadi daerah yang banyak meremajakan lahan sawit dalam program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) sejak dicanangkan pada 2017 hingga 2019.

JAKARTA - Kepala Bidang Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan, Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Selatan, Rudi Arpian mengatakan, Provinsi Sumatera Selatan menjadi daerah yang banyak meremajakan lahan sawit dalam program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) sejak dicanangkan pada 2017 hingga 2019. Pada 2019, daerah ini telah meremajakan lahan sawit seluas 12.854 hektare.

“Capaian ini lebih tinggi dari empat provinsi lainnya yakni, Riau, Aceh, Jambi, dan Sumatera Barat,” katanya seperti melansir ANTARA

Berdasarkan data di 2019, Provinsi Riau meremajakan lahan sawit seluas 12.436 hektare, Provinsi Aceh seluas 8.653 hektare, Provinsi Jambi seluas 7.470, dan Provinsi Sumatera Barat seluas 5.415 hektare. Sementara pada 2018, Sumsel meremajakan 8.531 hektare, Riau 5.611 hektare, Aceh 4.086 hektare, Kalimantan Barat 2.884 hektare, dan Kalimantan Tengah 2.024 hektare. Sedangkan pada 2017, Sumsel 7.273 hektare, Riau 3.593 hektare, Jambi 1.192 hektare, Kalimantan Tengah 1.175 hektare, dan Sumatera Utara 898 hektare.

Baca juga: Limbah Sawit untuk Pakan Unggas

 

Meski menjadi yang terbanyak dalam tiga tahun terakhir, menurut Rudi, potensi peremajaan lahan sawit di daerah ini masih tinggi, karena dari 1,18 juta hektare lahan sawit yang ada terdapat 21.343 hektare yang tanamannya sudah berusia tua. Oleh karena itu, pemerintah mendorong kelompok tani untuk memanfaatkan program PSR yang didanai oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).

“Realisasi setiap tahun terus bertambah, berbeda saat awal di tahun 2017 yang sangat rendah. Kini, petani didampingi agar bisa mengakses program PSR ini,” katanya.

Program peremajaan sawit rakyat sebelumnya diresmikan Presiden Joko Widodo di Musi Banyuasin, Sumsel, 13 Oktober 2017, dengan tujuan untuk meningkatkan produktivitas panen dari 2,5 ton CPO per hektare menjadi 8 ton CPO per hektare. Biaya Rp25 juta per hektare juga ditanggung oleh BPDPKS dengan syarat, lahan harus bersertifikat, memiliki dana pendampingan, lahan yang tidak produktif yakni kurang dari 10 ton per hektare per tahunnya dan kurang dari 4 hektare.

Target 500.000 Hektare

Sebelumnya Presiden Jokowi menargetkan peremajaan kebun sawit hingga mencapai 500.000 hektare dalam tiga tahun ke depan. Ia menyebutkan, program tersebut akan dilanjutkan dengan dukungan dana dari dana sawit yang dikelola BPDPKS.

“Ini proses yang sudah kita kerjakan, dalam dua tahun ini meremajakan kebun-kebun sawit rakyat. Terakhir, ada Rp20-an triliun, ini yang akan kita pakai untuk replanting atau peremajaan kebun sawit milik petani,” katanya usai peresmian implementasi Program B30 beberapa waktu lalu, mengutip Tirto.

Baca juga: Aurora, Robot Pemantau Kelapa Sawit

 

Jokowi menyebutkan, peremajaan pohon sawit ditujukan untuk meningkatkan produktivitas tanaman sawit. Peningkatan produktivitas tanaman kelapa sawit juga merupakan langkah untuk tetap mematuhi moratorium lahan hutan dan gambut. Ia mengatakan, produktivitas kebun sawit negara lain bisa mencapai 7-8 ton, maka Indonesia juga harus bisa melakukannya.

“Kita kan sudah moratorium untuk lahan sawit. Artinya, produktivitas per hektare lahan harus dilipatkan, kalau sekarang satu hektare hampir empat ton, bagaimana cara mencapai ke-7 atau 8 ton per hektare,” katanya.

Menurutnya, produktivitas tanaman kelapa sawit bisa meningkat, antara lain karena penggunaan bibit yang berkualitas baik. Selain itu, sawit merupakan komoditas strategis bagi Indonesia. Apalagi, penggunaan minyak sawit untuk BBM untuk konsumsi dalam negeri akan menjadikan posisi daya tawar Indonesia meningkat.

“Pemanfaatan produk minyak sawit untuk bahan bakar minyak bisa menjadikan kita lebih mandiri, tidak tergantung pada pasar ekspor, tidak bergantung pada negara lain yang ingin beli CPO kita. Ngapain kita tergantung oleh negara lain, kalau konsumsi di dalam negeri bisa memakainya, apalagi ini energi bersih,” katanya.

Tunjuk Lembaga Surveyor

Untuk mewujudkan target Presiden Jokowi tersebut, BPDPKS menyatakan telah menyiapkan anggaran untuk peremajaan kelapa sawit. Hal itu sejalan dengan target Kementerian Bidang Perekonomian yang menetapkan peremajaan perkebunan kelapa sawit seluas 500.000 hektare dalam tiga tahun. Berdasarkan target peremajaan perkebunan kelapa sawit tersebut, dibutuhkan dana dari BPD PKS sekitar Rp4,5 triliun per tahun.

“Kalau bisa oke saja 500.000 hektare bukan masalah dananya, rekomendasi teknisnya bisa kelar tidak dari Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian,” kata Direktur Utama BPDPKS, Dono Boestami, mengutip Kontan belum lama ini.

Sebelumnya, anggaran BPDPKS untuk peremajaan kelapa sawit hanya sekitar Rp2 triliun. Pada 2019, anggaran untuk peremajaan naik menjadi sebesar Rp2,35 triliun. Walau begitu, bila dibutuhkan lebih dari dana yang dianggarkan, BPDPKS mengaku siap untuk menambahkan. Dono juga menegaskan, anggaran peremajaan oleh BPDPKS merupakan referensi.

“Alokasi hanya sebagai referensi, bukan harga mati. Kalau sesuai, BPDPKS wajib bayar,” terangnya.

Walau begitu, dana yang diberikan BPDPKS sesuai dengan aturan yang ada sebesar Rp25 juta per hektare. Dana peremajaan tersebut diberikan kepada petani rakyat untuk luas lahan maksimal empat hektare per kepala keluarga. Dana peremajaan yang disalurkan oleh BPDPKS menurutnya memang masih di bawah kebutuhan peremajaan lahan. Oleh karena itu, Dono menyebut, jika ia bisa menggunakan sumber dana lainnya yang diperbolehkan oleh Undang-Undang (UU).

Baca juga: Petani Sawit Mandiri Terima RSPO

 

Untuk mempercepat penyaluran dana peremajaan, ke depannya BPDPKS akan melibatkan surveyor independen. Hal itu dinilai akan lebih cepat dibandingkan rekomendasi teknis. Selain itu, BPDPKS selaku pengelola dana pungutan dari ekspor kelapa sawit juga mempersiapkan perbaikan prosedur dan tata kerja program peremajaan, termasuk penggunaan lembaga surveyor.

“Untuk mempermudah, bisa mengikuti yang sudah dilakukan Kementerian ESDM dengan menunjuk lembaga surveyor independen. Selama petani dan lahan sesuai dengan kriterianya, BPDP bisa langsung membayar,” tuturnya.

Upaya ini akan didukung dengan konsolidasi data lahan dan produksi sawit, pendataan petani sawit rakyat, perbaikan tata kelola pasokan dari petani ke pabrik kelapa sawit dan perbaikan infastruktur logistik. Selain itu, penyediaan akses yang lebih luas kepada petani swadaya atas informasi yang penting untuk meningkatkan daya tawar petani swadaya dalam penjualan Tandan Buah Segar (TBS) dan hasil sawit lainnya.

Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian, selaku kementerian yang memiliki program peremajaan sawit ini juga telah melakukan penyederhanaan proses yang semula sebanyak 14 persyaratan, saat ini disimplifikasi menjadi delapan persyaratan. Selain itu, untuk memberi akses yang luas kepada para petani yang membutuhkan dana peremajaan, sejak pertengahan 2019 telah diluncurkan program Aplikasi Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) Online.

Related News