• 24 April 2024

Mengejar Rehabilitasi Irigasi Gumbasa

uploads/news/2019/11/mengejar-rehabilitasi-irigasi-gumbasa-869680aeabf551a.jpg

Selesainya irigasi gumbasa diharapkan dapat mengairi 1.070 hektare areal persawahan di wilayah itu, yang dalam setahun terakhir tidak dapat diolah petani karena kekeringan.

SIGI - Wakil Menteri Pekerjaan Umum Perumahan Rakyat (PUPR), Jhon Wempi Wetipo, menargetkan pengerjaan rehabilitasi irigasi gumbasa tahap pertama di Kecamatan Gumbasa, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, selesai pada Desember 2019. Selesainya irigasi tersebut diharapkan dapat mengairi 1.070 hektare areal persawahan di wilayah itu, yang dalam setahun terakhir tidak dapat diolah petani karena kekeringan.

Perbaikan irigasi dalam tahap pertama itu meliputi perbaikan saluran primer sepanjang 7.168,5 meter dan saluran sekunder sepanjang 2.613,4 meter. Selain itu, John Wempi mengatakan, rehabilitasi daerah irigasi gumbasa oleh Kementerian PUPR dilakukan secara bertahap hingga 2022.

“Tujuh ribu hektare, sisanya itu akan masuk pada tahun 2020-2021, 2022 tinggal sedikit saja sehingga kita lebih cepat kerja,” kata John Wempi kepada para wartawan saat meninjau Irigasi Gumbasa di Desa Pandere, seperti melansir VOA, Selasa (26/11).

Baca juga: Bangun Irigasi 500 Ribu Hektare

John Wempi berharap dengan segera difungsikannya saluran irigasi gumbasa tahap pertama untuk mengairi 1.070 hektare areal persawahan pada akhir 2019 dan mendorong pulihnya aktivitas petani yang dalam setahun terakhir tidak dapat menanam padi. Perbaikan saluran irigasi gumbasa meliputi rehabilitasi dan konstruksi saluran primer sepanjang 35,3 kilometer, serta rehabilitasi dan rekonstruksi saluran primer sepanjang 35,3 kilometer serta rehabilitasi dan rekonstruksi saluran sekunder, tersier, drainase, dan pemulihan sawah seluas 8.180 hektare.

Daerah irigasi gumbasa terletak di areal lembah Palu, memanjang dari kaki gumbasa sampai sungai kawatuna, Kota Palu. Secara administrasi daerah Irigasi Gumbasa berada di lima kecamatan di Kabupaten Sigi dan Kota Palu yang meliputi Kecamatan Gumbasa, Tanambulava, Dolo, Sigi Biromaru, dan Palu Selatan. Irigasi gumbasa mendapat suplai air dari danau lindu dan sungai gumbasa melalui Bendungan gumbasa yang dibangun pada 1976 di Desa Pandere. Setelah bencana gempa bumi, jaringan irigasi gumbasa mengalami kerusakan hingga 70%.

Baca juga: Cara Petani Sulteng Hadapi Kekeringan

Ketua kelompok tani Zaman Jaya Desa Pandere, Azhar (53) mengatakan, 1.070 hektare areal persawahan yang akan terairi dalam tahap pertama itu berada di Desa Pandere, Kalawara, Lambara, dan sebagian Sibalaya Barat. Bila irigasi sudah mengalir kembali pada Januari 2020, maka 250 petani di desanya sudah dapat menanam padi pada Februari tahun depan.

“Artinya dari kelompok tani membuat program-program untuk mulai dari pembersihan sampai rencana penanaman,” kata Azhar.

Petani asal Desa Jonorogo, Suroso (65) menyebut, selain pemulihan saluran irigasi, perlu adanya upaya dari berbagai pihak untuk membantu petani memperbaiki areal persawahan yang tanahnya bergelombang akibat gempa bumi. Bila tidak diratakan, lanjutnya, maka lahan-lahan itu tidak memungkinkan untuk ditanami padi pada saat saluran irigasi telah berfungsi kembali.

“Kalau memang ada istilahnya dari teman teman NGO (Non Government Organization) mau membantu meratakan tanah. Itu yang saya harapkan khususnya Jonooge dan Sibalaya yang terkena likuefaksi,” katanya.

Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sulawesi Tengah, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Fery Fahruddin Munier menjelaskan, pihaknya terus memotivasi petani untuk tidak menyerah menghadapi kekeringan akibat tidak berfungsinya saluran irigasi gumbasa. Bahkan, BPTP mengajarkan petani untuk bertanam palawija dan hortikultura di lahan-lahan percontohan dengan luas antara dua hingga tiga hektare milik petani.

Penanaman tersebut menggunakan varietas benih unggul, teknologi sumur dangkal, penggunaan pupuk organik, serta pendampingan dari petugas penyuluh dan peneliti. Keberhasilan kegiatan itu kemudian memotivasi banyak petani lainnya yang mulai ikut menanam jagung, cabai, bawang merah, serta kacang tanah di atas lahan sawah mereka yang selama ini menjadi lahan tidur.

“Untuk percontohan itu butuh dua-tiga hektare begitu. Yah itulah, kita kalau bisa lima sampai 10 hektare atau 20 hektare tapi tidak ada yang berani, harus melihat contoh dulu, kan mereka ragu-ragu. Pas ada yang berani ambil risiko, petaninya, pas berhasil baru ikut yang lain, kalau tidak salah ada 50-an hektare yang akan mengembangkan di periode yang sekarang,” kata Fery.

Fery berharap, dengan akan mulainya musim penghujan, serta dukungan bantuan pembuatan sumur dangkal oleh pemerintah setempat. Maka, akan semakin banyak lahan-lahan areal persawahan yang selama setahun terakhir menjadi lahan tidur, dapat kembali diolah oleh petani sambil menunggu rampungnya perbaikan saluran irigasi gumbasa.

 

Related News