• 19 April 2024

Belajar Membuat Hidroponik Sederhana

“Jadi kita bekerja di luar, tidak perlu khawatir tanaman kita bermasalah atau pun layu. Karena, pasokan nutrisi dikerjakan oleh mesin air.”

SIGI - Saat ini mungkin sudah banyak orang yang mulai mencoba bercocok tanam menggunakan cara hidroponik, baik itu di halaman rumah maupun di sebuah lahan khusus.

Namun di satu sisi, mungkin masih banyak juga mereka yang kebingungan bagaimana cara memulainya.

Baca juga: Hidroponik, Peluang Usaha yang Menjanjikan

Tidak bisa dipungkiri, bercocok tanam dengan berhidroponik sudah mulai menjadi tren di masa pandemi COVID-19 saat ini.

Beraktivitas di rumah, namun tetap memberikan pemasukan sangat dibutuhkan masyarakat.

Perlu Sahabat Tani ketahui, belajar hidroponik bukanlah hal yang sulit untuk dilakukan.

Pasalnya, ada beberapa kasus saat pemula yang baru belajar pertama kali langsung bisa panen.

Seperti halnya Muhammad Ikbal, warga Desa Binangga, Kecamatan Marawola, Kabupaten Sigi, Provinsi Sulawesi Tengah.

Belum setahun ia menggeluti dunia hidroponik, namun sudah mendapat omset jutaan rupiah.

Hasil yang ia dapatkan, merupakan buah dari keseriusannya selama beberapa bulan terakhir.

"Kalau hasil baru saya rasakan dua bulan belakangan. Karena, sebelumnya masih tahap belajar. Namun, akhirnya saya rasakan juga hasilnya," ujar Ikbal beberapa waktu lalu di lahan perkebunan miliknya.

Bagi Sahabat Tani yang ingin berhidroponik seperti dirinya, tidak perlu khawatir.

Ikbal juga berbagi sedikit metode yang ia pelajari secara otodidak, baik itu melalui teman dan internet.

Di lahan hidroponik seluas 4x6 meter miliknya itu, Ikbal menjelaskan beberapa hal yang penting di dalam hidroponik.

Seperti benih dan tentunya harus kualitas baik.

Untuk mendapatkannya pun cukup mudah, Sahabat Tani dapat membelinya di toko pertanian terdekat.

Setelah mendapatkan bibit, Sahabat Tani perlu menyiapkan proses penyamaian.

Ikbal sendiri menggunakan rockwool sebagai media tanam.

Saat melakukan penyamaian, benih dimasukkan ke dalam rockwool.

Setelah benih dimasukkan satu per satu ke dalam lubang rockwool, kemudian dibasahi dan diletakkan ke dalam wadah.

Tidak sampai di situ saja, setelah benih siap dalam wadah, benih tersebut diletakkan di tempat gelap selama 24 jam.

"Tidak adanya sinar matahari yang masuk, menyebabkan benih cepat bertunas, karena mencari sinar matahari," jelasnya.

Setelah masuk hari kedua, segera letakkan benih tersebut di tempat terbuka dan tersentuh sinar matahari selama sembilan hari.

Jadi, total penyamaian tersebut berlangsung selama 10 hari.

"Jangan sampai kita lupa. Ditakutkan, batangnya akan meninggi, sehingga tanaman akan lunglai. Kalau di hidroponik, kami sebut kurus tinggi langsing, sama seperti tauge, supaya bagus pertumbuhannya," tuturnya.

Jika sudah masuk hari ke sepuluh, tanaman yang sudah memiliki daun sekitar empat lembar, sudah bisa dipindahkan ke sistem hidroponik.

Pada media tanam kali ini, Sahabat Tani hanya membutuhkan waktu selama 25 hari hingga masa panen.

Jadi, lama waktu mulai penyemaian hingga panen berlangsung selama 35 hari.

Ikbal mengaku, ia menggunakan dua metode, yaitu deep flow technique (DFT) dan nutrium film technique (NFT).

Kedua teknik ini, menurutnya, yang paling populer digunakan oleh para petani hidroponik di Indonesia.

Ikbal menjelaskan, DFT merupakan sistem tanam hidroponik yang menggunakan genangan pada instalasi dan menggunakan sirkulasi dengan aliran pelan.

Sistem ini menggunakan listrik sebagai penggerak pompa, agar dapat dengan mudah mensirkulasi nutrisi ke seluruh akar tanaman.

"Keuntungannya ialah, tidak akan mempengaruhi suplai air jika listrik padam. Jadi, sangat cocok dipakai di daerah yang belum terpasok listrik secara normal," tuturnya.

Sementara NFT, merupakan metode budidaya tanaman dengan akar tanaman tumbuh pada lapisan nutrisi yang dangkal dan tersirkulasi, sehingga tanaman dapat memperoleh cukup air, nutrisi, dan oksigen.

Tanaman sendiri tumbuh dalam lapisan polyethylene dengan akar tanaman yang terendam dalam air, yang berisi larutan nutrisi yang disirkulasikan secara terus menerus dengan pompa.

"Kalau kelebihannya sendiri yaitu pertumbuhan lebih merata, aliran oksigen juga lebih baik jika dibanding teknik lain. Hanya saja, teknik ini harus berada di lokasi stabil listrik karena menggunakan pompa air," terangnya.

Dari kedua teknik yang ia gunakan tersebut, ternyata memiliki kualitas pertumbuhan tanaman yang sama.

Namun Ikbal lebih memilih menggunakan NFT, karena suplai nutrisi sayurannya lebih merata.

Selain itu, ada juga teknik yang tidak menggunakan mesin sirkulasi air yaitu, wick hidroponik.

Teknik ini merupakan salah satu sistem pasif yang sering digunakan oleh pemula, untuk memulai menanam sayuran secara hidroponik.

Jika Sahabat Tani ingin menanam sayuran hidoponik dengan sistem wick, tentu saja ada beberapa hal yang penting untuk diperhatikan.

Kenapa? Tentu saja, agar sayuran hidroponik yang anda tanam menggunakan sistem wick ini mampu tumbuh secara optimal.

Cara ini, ia gunakan saat pertama kali belajar hidroponik dengan menggunakan media jerigen bekas.

Namun berbeda dengan teknik wick pada umumnya, Ikbal sendiri sudah memodifikasinya, sehingga bisa digunakan sistem DFT dan wick hidroponik.

"Jadi airnya diam saja, cukup kita siapkan wadah untuk menampung air, baru siapkan media tanam dan tanamannya. Nanti kita pakai sistem sumbu dari scan planel, itu yang disebut wick," sebutnya.

"Masih banyak lagi teknik hidroponik sebenarnya, ada teknik fertigasi, deep water culture, aeroponik, dan drip. Masing-masing punya keunggulan, tergantung yang mana kita sukai saja," tambahnya.

Hidroponik, kata Ikbal, begitu sangat menguntungkan.

Hal itu karena, tanaman sangat cepat jika dibandingkan dengan metode menanam secara konvensional.

Kecepatan masa panen disebabkan oleh nutrisi yang terpenuhi setiap saat melalui aliran air.

Jika dibandingkan dengan menggunakan media tanah, belum tentu akan secepat hidroponik.

Selain itu, salah satu keuntungannya tidak menyita cukup banyak waktu dan petani hanya sesekali mengecek tanamannnya.

Sehingga, cocok sekali bagi petani milenial yang memiliki kesibukan lain.

"Jadi kita bekerja di luar, tidak perlu khawatir tanaman kita bermasalah atau pun layu. Karena, pasokan nutrisi dikerjakan oleh mesin air," jelasnya.

Hanya saja, sudah menjadi kodrat dalam bercocok tanam yaitu dari sekian tanaman yang dibudidayakan, pasti ada salah satu yang tidak berhasil.

Kecil kemungkinan hal itu terjadi, jadi Sahabat Tani tidak perlu khawatir.

Saat ini, Ikbal sendiri memilih selada untuk dibudidayakan, setelah beberapa kali mencoba beberapa tanaman seperti kangkung, sawi, dan jenis sayuran lain.

Pasalnya, selada merupakan tanaman yang tidak disukai hama dan juga toleran dengan lingkungan.

Apalagi, saat ini selada juga memiliki harga tersendiri.

"Dulu saya tanam sawi, kemudian anjlok. Karena, di sekitar wilayah ini banyak hama. Tapi setelah saya beralih ke selada, tidak ada lagi hama," katanya.

Selada sendiri merupakan sayuran yang tumbuh di dataran tinggi, seperti di bagian selatan Kabupaten Sigi atau di pegunungan Kebun Kopi dan Napu.

Jadi, tidak heran jika di daerah panas seperti, Sahabat Tani perlu menyaring matahari menggunakan plastik ultra violet.

Akan tetapi, Ikbal sendiri lebih memilih menggunakan atap transparan, karena memiliki fungsi yang sama.

Selain itu, ia juga memberikan penekanan kepada petani pemula untuk berhidroponik tanpa perlu mengeluarkan biaya yang begitu mahal.

Sebab, kata dia, masih banyak alat yang jauh lebih terjangkau, namun memiliki fungsi yang sama.

Itulah alasan ia menggunakan rangka kayu biasa dan talang plastik biasa untuk media hidroponik-nya.

Modal pembeliannya juga sangat jauh berbeda, untuk talang khusus hidroponik, Ikbal mengeluarkan biaya Rp5.000.000 dengan panjang empat meter.

Sementara untuk talang biasa, ia hanya mengeluarkan biaya sebesar Rp1.000.000 lebih.

"Sebenarnya kalau ada media yang fungsinya juga sama, cara kerjanya juga sama, kenapa tidak kita gunakan. Kalau kita khawatir soal hama karena tidak ada green house, itu karena kita masih berdindingkan alam. Kita tinggal melihat tanaman apa yang cocok dengan lingkungan itu. Nah, saat ini yang paling cocok di kawasan ini yaitu selada," paparnya.

Baca juga: Memanfaatkan Atap untuk Bercocok Tanam

Saat ini, ikbal mengaku sudah memiliki lubang tanam sebanyak 780, dengan target 2.000 lubang tanam.

Sebanyak 300 lebih selada miliknya saat ini siap panen dan sudah memiliki pemesan.

Jadi, Ikbal kini tidak susah lagi untuk memasarkan sayuran hidroponiknya.

Related News