• 24 April 2024

Mengenal Jewawut, Pemilik Protein Tinggi

uploads/news/2020/08/mengenal-jewawut-pemilik-protein-302059ad4341778.jpg

Kandungan protein jewawut juga tergolong cukup tinggi, yaitu 12% di atas padi yang rata-rata hanya di angka 7%.

JAKARTA - Jewawut mungkin masih asing di telinga sebagian masyarakat Indonesia.

Padahal, jewawut merupakan tanaman pangan sebagaimana halnya padi.

Karena itu, tak heran jika tanaman ini masih kurang begitu dimanfaatkan.

Baca juga: Riset Biota Laut untuk Imunitas

Di beberapa daerah di Indonesia, Jewawut dikenal dengan nama lokal seperti ‘Hotong’ (Maluku) dan ‘Botok’ (Nusa Tenggara).

Dosen Institut Pertanian Bogor (IPB) University dari Divisi Bioteknologi Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Dr. Sintho Wahyuning Ardiejewawut mengatakan, jewawut merupakan tanaman toleran.

Jewawut juga masih bisa bertumbuh dan berproduksi dengan normal di lahan marginal.

Tanaman dengan nama latin Setaria italica L ini, memiliki mekanisme khusus untuk beradaptasi dengan lingkungannya sekaligus merupakan sumber keragaman genetik yang penting.

Tak hanya kemampuannya beradaptasi, jewawut juga memiliki nilai agronomi.

Tanaman ini menjadi menarik untuk kami teliti. Karena, dari studi biologi tanaman, jewawut memiliki karakteristik khusus. Jewawut masuk dalam anggota famili poaceae atau tanaman rerumputan, sejenis dengan padi atau jagung. Siklus hidup jewawut singkat, melakukan penyerbukan mandiri sehingga sangat ideal dijadikan sebagai tanaman model,” ujarnya dalam keterangan tertulis IPB University belum lama ini.

Dari sisi agronomi, lanjutnya, jewawut memiliki kandungan nutrisi tinggi, bebas gluten, dan indeks glikemik yang rendah.

Sehingga, cocok untuk diet terutama bagi penderita diabetes.

Kandungan protein jewawut juga tergolong cukup tinggi, yaitu 12% di atas padi yang hanya rata-rata di 7%.

Selain itu, tanaman ini juga mengandung anti-oksidan, serat dan sejumlah mineral.

Jewawut juga dilaporkan toleran terhadap kekeringan dan salinitas. Sehingga, cukup potensial untuk dikembangkan sebagai tanaman pangan di lahan marginal.

Tapi jika kita mencoba mencari tanaman atau biji jewawut di pasaran ini mungkin masih sangat sulit. Kalau ada pun kebanyakan masih digunakan sebagai pakan burung. Jadi memang pemanfaatan di Indonesia masih sangat terbatas,” katanya.

Ia lantas melakukan riset mengenai tanaman jewawut ini.

Dengan pendekatan bioteknologi, Dr. Sintho memulai penelitiannya dari eksplorasi dan mengumpulkan genotipe jewawut di seluruh indonesia.

Dari eksplorasi itu, terkumpul 23 genotipe jewawut untuk kemudian dilakukan penapisan genotipe toleran.

Riset tersebut bertujuan untuk mendapatkan varietas unggul jewawut, yaitu jewawut yang memiliki produktivitas tinggi, berumur genjah.

Selain itu, toleran terhadap kekeringan atau salinitas, memiliki kandungan nutrisi yang baik, habitus pendek, dan tidak mudah rebah, sehingga mudah dipelihara dan dipanen.

Baca juga: Mengolah Daging Kurban yang Benar

Dari sesuatu yang kurang dimanfaatkan, dengan penempatan bioteknologi kita bisa membuka banyak manfaat. Misalnya untuk memperoleh informasi mengenai mekanisme alternatif atau mekanisme baru toleransi terhadap cekaman abiotik,” jelasnya.

Dengan bioteknologi, kita juga bisa menemukan heterologous genes atau inducible promoter dari tanaman-tanaman yang kurang dimanfaatkan tadi seperti jewawut, yang memiliki fenotipe toleransi. Yang kemudian penemuan ini dapat diaplikasikan pada tanaman komersial,” tutupnya.

Related News