• 19 April 2024

Mencari Solusi Permanen Atasi Karhutla

uploads/news/2020/07/mencari-solusi-permanen-atasi-48527ad887e9398.jpg

Sejak 2015 ketika masa sulit Karhutla, kita sudah lakukan operasi pengendalian seperti pembentukan satgas, pelaksanaan operasi terpadu, pelibatan MPA, pembangunan posko-posko lapangan, dan penegakan hukum.

JAKARTA - Belajar dari pengalaman kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di 2015 dan 2019, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya, yakin adanya solusi permanen pencegahan karhutla.

Hal ini juga menjadi representasi dari perintah Presiden RI Joko Widodo pada Rakortas Karhutla pada 23 Juni 2020 lalu.

Dalam Rapat Khusus Tingkat Menteri untuk Antisipasi Karhutla Periode Puncak Tahun 2020, Kamis (2/7) kemarin di Manggala Wanabhakti, Jakarta.

Baca juga: Demi Mencegah Kebakaran Hutan

Siti menjelaskan, jika solusi permanen tersebut tidak hanya cukup dengan upaya pengendalian operasional dan analisis iklim atau cuaca.

Namun, juga perlu menguatkan pengelolaan gambut yang sebelumnya sudah terbentuk.

"Sejak 2015 ketika masa sulit Karhutla, kita sudah lakukan operasi pengendalian seperti pembentukan satgas, pelaksanaan operasi terpadu, pelibatan MPA, pembangunan posko-posko lapangan, dan penegakan hukum. Itu satu rumpun penyelesaian dari pola pengendalian operasional. Unsur lainnya analisis iklim, cuaca dan modifikasi teknologi. Untuk analisis iklim dan pengendalian operasional, Alhamdulillah sudah mulai terlihat hasilnya," sebut Siti dalam keterangan tertulisnya, Kamis (2/6) kemarin.

"Hal yang sedang dan harus diselesaikan segera adalah pengelolaan landscape. Untuk semakin memantapkan tata kelola gambut secara benar, termasuk pengerjaan land clearing menggunakan sistem pertanian tradisional dengan bentuk kearifan lokal yang masih perlu terus dieksplorasi," tambahnya.

Untuk itu, beberapa rencana penguatan pengetahuan tekhnis bagi aparat daerah segera dilakukan melalui E-Learning dan modul analisis waterbalance dan water holding capacity.

Sehingga, bisa diperkirakan periode kering (kemarau) dan periode basah (musim hujan).

Serta, bisa memproyeksikan periode atau masa tanam (cropping calender) dan jenis-jenis tanaman yang sesuai dengan periode kekurangan air atau pola tanam.

"Serta E-Learning dan modul analisis water balance gambut. Sehingga, bisa diproyeksikan peluang budidaya gambut dan daya dukung, serta langkah pengelolaan dan keberhasilan rehabilitasi gambut," jelas Siti.

Ia juga meminta para Kepala Daerah untuk memperkuat tim di lapangan guna memantau secara harian data kondisi curah hujan dan kemarau, kualitas udara, neraca air khususnya di areal gambut dan tingkat kemudahan terbakar di lapisan atas permukaan tanah (FFMC).

Hal itu melalui pendekatan teknologi yang sistem pemantauannya dimiliki oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

"Keseimbangan air (gambut) di lapangan itu bisa dilihat dari kondisi neraca air, kita harus pantau. Itulah yang kemudian menuntun kita kepada langkah melakukan modifikasi cuaca karena gambutnya harus basah," imbuhnya.

Siti pun menekankan, akan terus memantau pengelola lahan gambut oleh para pemegang konsesi lahan.

Meski sudah banyak kontribusi dari para pemilik konsesi terhadap pencegahan karhutla, namun menurutnya kontrol perlu terus dilakukan.

Sementara itu, Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam), Mahfud MD yang memimpin rapat menyatakan, koordinasi kerja pencegahan Karhutla mengacu pada Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2020.

Untuk itu, perlu ada panduan bagi Kementerian dan Lembaga serta pemerintah daerah, agar aktif melakukan upaya penanggulangan karhutla sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing.

Dalam Rapat Khusus ini Pimpinan Kementerian/Lembaga, TNI/Polri dan Kepala Daerah hadir untuk menyatakan komitmennya dalam penanganan Karhutla, terutama menghadapi puncak kemarau pada bulan Agustus nanti.

"Tidak boleh karena kita fokus pada COVID-19 kita melupakan penanggulangan karhutla, semua harus dihadapi bersama-sama," ujar Mahfud.

Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, pada kesempatan tersebut mengingatkan, meski pun di 2020 ini musim kemarau diperkirakan akan lebih basah dari 2019.

Namun, ada 30% daerah zona musim di Indonesia yang diprediksi akan mengalami musim kemarau yang lebih kering dari normalnya.

Dirinya pun mengingatkan, jika sudah ada 59% daerah zona musim yang telah mengalami hari tanpa hujan berturut-turut bervariasi antara 11-30 hari dan 31-60 hari.

"Perhatian kita harus ditingkatkan di Bulan Juli-Agustus ini," imbuhnya.

Kepala BNPB, Doni Munardo juga menjelaskan, jika 99% Karhutla disebabkan oleh manusia dan 80% dari lahan yang terbakar diubah menjadi kebun.

Untuk itu, regulasi dan penegakan hukum perlu semakin diperkuat.

Sementara itu, Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tito Karnavian, memberikan solusi alternatif-alternatif pembiayaan untuk memperlancar penanganan karhutla.

Diantaranya, yaitu dengan memanfaatkan dana desa untuk membentuk desa mandiri rawan karhutla.

Kemudian, dengan memanfaatkan pos biaya tidak terduga (BTT) di Pemerintah Daerah, memanfaatkan dana pihak swasta yang banyak ingin berkontribusi atau bisa dengan memanfaatkan dana yang ada di Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) dan Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH).

Beberapa Kepala Daerah hadir pada Rapat khusus ini seperti dari Provinsi Riau, Sumatera Selatan, Jambi, Kalimantan Barat, dan Jawa Timur.

Mereka semua sepakat untuk berkomitmen membantu upaya penanggulangan karhutla.

Beberapa langkah dini sudah mereka lakukan seperti menetapkan masa tanggap darurat.

Seperti, melakukan sosialisasi pencegahan karhutla kepada warga masyarakat, mengeluarkan Peraturan Daerah (Perda), dan ikut aktif dalam satgas pencegahan karhutla daerah.

Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Johnny G. Plate yang hadir menekankan, jika komunikasi publik terkait karhutla juga harus baik agar publik tercerahkan dan informasi yang tidak benar dapat diminimalisir.

"Di era keterbukaan informasi seperti saat ini, komunikasi publik pemerintah harus baik. Jangan sampai sudah sibuk menangani forest fire dihantam juga dengan communication fire juga," ucapnya.

Baca juga: Pemerintah Siapkan TMC Cegah Karhutla

Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Badan Pertanahan Nasional (BPN), Sofyan Djalil menjelaskan, jika masalah pembukaan lahan masyarakat ini merupakan dilema luar biasa.

Sebenarnya secara tradisional hal tersebut sudah menjadi tradisi, hanya biasanya dimanfaatkan oleh penumpang gelap.

Untuk itu perlu aturan yang tegas agar aturan tidak dimanfaatkan untuk kepentingan segelintir pihak.

Related News