• 25 April 2024

Darurat Kebun Binatang Indonesia

uploads/news/2020/05/darurat-kebun-binatang-indonesia-6212743ec50d09c.jpg

“Kemungkinan terburuknya dari sekian banyak rencana, yaitu hewan-hewan herbivora seperti rusa akan dikasih ke harimau.”

JAKARTA - Dampak dari virus corona atau Covid-19 rupanya tidak hanya dirasakan manusia saja, namun juga hewan satwa.

Di Kebun Binatang Bandung (Bandung Zoological Garden) atau Bazooga yang ada di Kelurahan Lebak Siliwangi, Kecamatan Coblong, Kota Bandung, Provinsi Jawa Barat, manajemen terpaksa mengurangi jatah makan satwa.

Baca juga: Pandemi Covid-19 Ancam Konservasi Orangutan

Jika wabah Covid-19 masih terjadi hingga empat bulan ke depan, skenario terburuk pun akan diambil, yaitu hewan herbivora seperti rusa akan menjadi santapan harimau.

Manajemen Komunikasi Bazooga, Sulhan Syafi’i menyebut, saat ini jatah makan setiap satwa dikurangi hingga setengahnya dengan masih mempertimbangkan Animal Walfare (Standar Kesejahteraan Hewan).

Dengan kebijakan ini, makanan hewan satwa masih bisa bertahan hingga empat bulan ke depan.

“Untuk makanan hewan satwa, kita bisa bertahan dari pertengahan April kemarin sampai empat bulan ke depan,” katanya kepada Detik, belum lama ini.

Untuk kebutuhan makanan sekitar 850 satwa hewan, Sulhan mengaku, saat ini manajemen menggunakan dana tabungan yang diperuntukkan dalam kondisi darurat seperti masa pandemi Covid-19.

“Jumlahnya per bulan sekitar Rp300.000.000 untuk makanan. Kebayang karnivora atau kucing besar makanannya cukup mahal, karena daging. Gajah itu makanannya 15% dari berat badannya, di kita ada dua ekor gajah, itu yang cukup memberatkan,” tuturnya.

Jika selama empat bulan ke depan pandemi masih berlangsung, menurut Sulhan, organisasi Perhimpunan Kebun Binatang Se-Indonesia (PKBSI) akan mengirimkan surat kepada Presiden dan kementerian terkait permintaan bantuan kebutuhan makanan hewan satwa.

“Kemungkinan terburuknya dari sekian banyak rencana, yaitu hewan-hewan herbivora seperti rusa akan dikasih ke harimau. Tapi itu rencana terburuknya, semoga saja tidak jadi,” ungkapnya.

Selain makanan, Bazooga juga membutuhkan obat-obatan selama dalam masa pandemi. Sulhan mengaku, saat ini belum ada rapid test Covid-19 terhadap pekerja maupun hewan satwa.

“Kita belum sampai tes hewan, biarkan dulu yang ada. Karena kan penularan itu kalau di Amerika Serikat dari keeper-nya (penjaga). Kita juga menggunakan standar dari pemerintah, jadi semoga tidak ada dan jangan sampai ada yang tertular,” lanjutnya.

Saat ini, Bazooga ditutup hingga 29 Mei 2020.

Karyawan harian pun sudah dirumahkan dan sebagian lainnya masih bekerja secara giliran untuk memberi pakan hewan satwa.

“Penutupan ini akan berlangsung hingga 29 Mei 2020. bila ada perubahan dari pemerintah, kami akan tinjau kembali,” ujarnya.

Selain di Bazooga, kondisi memprihatinkan juga terjadi di Taman Satwa Cikembulan (TSC), di Desa Cikembulan, Kecamatan Kadungora, Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat.

Manajer Operasional TSC, Rudy Arifin mengatakan, taman satwa tersebut mulai dalam keadaan darurat sejak ditutup awal Maret 2020 akibat dampak Covid-19.

“Kami sudah sejak awal Maret tidak menerima pengunjung lagi. Saat ini kami mengandalkan tabungan yang ada. Itu pun tidak banyak,” ujar Rudy dalam keterangan tertulis belum lama ini.

Ia menjelaskan, saat ini pihaknya membutuhkan pasokan dana untuk menjamin keberlangsungan hidup satwa yang ada di kebun binatang.

Sebab, kata Rudi, dengan tidak adanya pengunjung yang datang, membuat pengelola kekurangan pemasukan.

Sedangkan dana yang harus dikeluarkan pihak pengelola untuk operasional dan biaya kehidupan satwa mencapai ratusan juta setiap bulannya.

“Kami coba bertahan sebisa mungkin. Tapi, bila pandemi Covid-19 ini berlangsung hingga lama, kami sudah tidak sanggup bertahan,” katanya.

Pihak manajemen sendiri berharap bantuan dari pemerintah.

Tujuannya, agar satwa-satwa yang ada di Cikembulan bisa terus hidup dan lestari.

“Kami berharap ada perhatian dari pemerintah, karena satwa dilindungi yang ada di kami merupakan milik pemerintah,” tutupnya.

Sementara itu, ada sekitar 435 satwa berbagai jenis yang hidup di TSC saat ini.

Untuk kebutuhan pakan dan perawatan, pengelola saat ini mengandalkan uang tabungan.

Selain itu, mereka memiliki 30 orang pekerja.

Dari jumlah itu, saat ini hanya ada 15 orang yang bekerja.

Mereka yang masih bekerja merupakan pegawai yang bersentuhan langsung dengan hewan.

Jadi Sorotan Media Asing

Dampak pandemi Covid-19 terhadap kebun binatang di Indonesia yang mengalami kondisi memprihatinkan. Karena tidak ada pemasukan lantaran ditutupnya kebun binatang.

Ditambah, tidak ada dana untuk memenuhi kebutuhan pangan binatang, membuat pengelola kebun binatang gigit jari.

Hal ini pun menjadi sorotan sejumlah media asing.

Seperti media asal Singapura, Channel News Asia misalnya, yang memberitakan dengan judul “Covid-19 Pushes Indonesia Zoo iof Starvation”.

Ribuan hewan, termasuk harimau Sumatra yang terancam punah dan orangutan Kalimantan, menghadapi kelaparan di kebun binatang Indonesia ketika pandemi global mendorong fasilitas tertutup dan menuju kehancuran,” tulis artikel tersebut melansir dari Liputan6.

Selain itu, media asal Prancis yaitu Radio France Internationale (RFI) menulis artikel bertajuk “Virus Pushes Indonesia Zoo Animals to Brink of Starvation.”

Media asal Amerika Serikat, Barrons juga melaporkan berita tersebut dengan judul yang sama.

Begitu juga dengan VICE yang menyoroti hal tersebut dengan judul “Thousands of Indonesia’s Zoo Animals Face Starvation Amid Pandemic.”

Namun, kejadian darurat kebun binatang bukan hanya terjadi di Indonesia.

Di Thailand, beberapa kebun binatang bahkan bergantung pada dana sumbangan pribadi untuk menjaga agar para binatang bisa diberi makan.

“Setiap kebun binatang pribadi terkena dampaknya,” ujar Nantakorn Phatnamrob, pemilik Taman Chang Siam yang sekarang ditutup di Pattaya.

Baca juga: Matinya Hewan Terlangka, Jerapah Putih

Sedangkan di negara tetangga Malaysia, asosiasi kebun binatang telah meminta dana untuk mencoba dan menghindari pilih drastis mengenai hewan mana yang hidup atau mati.

“Jika (penutupan) berlanjut hingga Juni atau Juli, akan ada beberapa masalah. Tapi kita belum ada pada saat itu. Kita sedang mencoba untuk mengurangi, jadi kita tidak sampai pada skenario seperti itu,” ujar Ketua Asosiasi Taman Zoologi dan Aquaria Malaysia, Kevin Lazarus.

Related News