• 24 April 2024

Sagu, Penyelamat di Tengah Pandemi

uploads/news/2020/04/sagu-penyelamat-di-tengah-50607ba26faf7ac.jpg

Di saat pandemi virus corona seperti sekarang ini, sagu selain adaptif terhadap perubahan iklim juga menjadi penyelamat pangan masa depan.”

JAKARTA - Badan Ketahanan Pangan (BKP), Kementerian Pertanian (Kementan), melalui program Pengembangan Industri Pangan Lokal (PIPL) tengah mengembangkan komoditas komoditas sagu yang saat ini sudah terdapat di empat provinsi. Salah satu perkembangannya menarik yaitu Kabupaten Merauke, Provinsi Papua.

Kepala BKP, Agung Hendriadi mengungkapkan, pihaknya melakukan berbagai terobosan seperti memutus panjang mata rantai distribusi pangan melalui Pasar Mitra Tani, Pekarangan Pangan Lestari (P2L) dan PIPL.

“Indonesia ini memiliki potensi sagu terbesar di dunia, mencapai 5,5 juta hektare dari total 6,5 juta hektare luas lahan sagu dunia. Dari total tersebut, 5,2 juta hektare berada di Papua. Di saat pandemi virus corona seperti sekarang ini, sagu selain adaptif terhadap perubahan iklim juga menjadi penyelamat pangan masa depan,” kata Agung, dalam keterangan tertulis, belum lama ini.

Baca juga: Kisah Sagu di Timur Indonesia

Menurutnya, ketahanan pangan Indonesia harus kuat dan terus dijaga. Untuk itu, lanjutnya, tidak bisa mengandalkan hanya semata-mata pada pangan pokok beras.

"Apalagi kalau berbicara puluhan tahun ke depan. Sagu harus kita kembangkan," tuturnya bersemangat.

Ia menjelaskan, kegiatan PIPL yang dilakukan di Merauke akan difokuskan pada produksi tepung berbasis pangan lokal sebagai alternatif bahan baku untuk industri pangan olahan. Sehingga, secara bertahap ketergantungan pada gandum diharapkan terus berkurang.

Penempatan PIPL di Merauke juga dikatakan tepat, karena selain potensi tanaman sagu masih sangat banyak. Para petaninya pun mengusahakan tanaman sagu, walaupun hanya dengan metode sederhana dan belum menggunakan mesin pengolah sagu.

“Kita punya banyak sumber pangan lokal yang bisa diproduksi jadi tepung. Sebagian bisa substitusi tepung menjadi bahan substitusi gandum.” ujarnya.

Ia menambahkan, kalau saja tepung sagu bisa mensubtitusi gandum 10-20% dampaknya akan luar biasa. Tidak saja bagi pengembangan tepung sagu di tanah air, namun juga akan mensejahterakan petani.

“Kalau sudah demikian, ketahanan pangan nasional kini dan kedepannya akan semakin kokoh. Untuk itu, mari bersama-sama kita kembangkan sagu yang potensinya luar biasa,” pungkasnya.

Sementara itu, Ketua Kelompok Tani Dwitrap, Yakobus mengatakan, pihaknya sangat sendang dengan penempatan PIPL di kampungnya, yaitu Kampung Tambat. Menurutnya, di kampungnya terdapat potensi lahan sagu seluas 250 hektare, sedangkan baru digarap seluas 15 hektare.

“Kami sangat senang, pemerintah menempatkan PIPL di kampung ini. Secara bertahap akan kami kembangkan terus. Melalui PIPL, kami jadi lebih bersemangat dan produktif mengolah tanaman sagu menjadi tepung sagu,” katanya.

Ia mengungkapkan, melalui bantuan peralatan dari PIPL, kini sebatang pohon sagu ukuran 10-12 meter bisa dikerjakan hanya dalam waktu satu hari. Hasilnya yaitu 480 sagu basah atau 240 kilogram sagu kering. Yakobus menambahkan, dengan peralatan Kementan sangatlah bermanfaat untuk kesejahteraan petani di kampungnya.

“Dulu kami mengerjakannya antara tiga sampai lima hari dan hasilnya hanya 250 kilogram sagu basah atau 125 kilogram sagu kering. Selain mampu meningkatkan produksi berlipat, pendapatan, dan kesejahteraan petani juga meningkat,” pungkasnya.

Baca juga: Pati Sagu untuk Cemilan

Asisten II Bidang Perekonomian Kabupaten Merauke, Sunarjo menambahkan, pihaknya sangat berterimakasih dengan adanya bantuan dari Kementan.

“Kami akan dukung pengembangan sagu di Merauke, karena sagu ini bukan hanya tanaman untuk dikonsumsi tetapi juga menjadi tanaman adat yang perlu terus dikembangkan. Sagu ini benar-benar bisa diandalkan sebagai pangan alternatif masa depan,” pungkasnya.

Related News