• 29 March 2024

Ubi Tumbuh di Bawah Jati

uploads/news/2019/12/ubi-tumbuh-di-bawah-863701e9743f864.jpg

Apabila lahan hutan di seluruh Indonesia digarap 20% saja, maka akan menghasilkan 378 juta ton ubi kayu per musim tanam.”

JAKARTA - Ubi kayu memiliki potensi besar karena merupakan sumber pati yang sangat baik untuk bahan baku pangan, energi, dan industri. Selain pangan, ubi kayu juga sering dimanfaatkan dalam industri non-pangan seperti kosmetik, biofarmaka, serta bioplastik yang penggunaannya semakin meningkat. Namun, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), pada 2018 produksi ubi kayu mengalami penurunan sekitar tiga juta ton dan pengurangan luas panen seluas 200.000 hektare.

Untuk mengatasi hal tersebut, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) Kementerian Pertanian (Kementan) dalam keterangannya melakukan peningkatan produksi melalui intensifikasi maupun ekstensifikasi. Usaha intensifikasi dilakukan dengan perakitan varietas unggul baru maupun perakitan teknologi produksi yang lebih unggul dari yang sudah ada di sentra produksi. Sedangkan ekstensifikasi merupakan perluasan lahan pertanian ke arah areal baru, diantaranya ke kawasan hutan atau perkebunan dengan memanfaatkan bawah tegakan tanaman hutan.

“Balitbangtan bersama Perum Perhutani melakukan penelitian terkait pemanfaatan areal di bawah tegakan tanaman jati untuk tanam ubi kayu. Tahun 2013 telah dilakukan penelitian di lahan tegakan jati kawasan Perum Perhutani KPH Blora, di Desa Bogem, Kecamatan Japah, Kabupaten Blora, Jawa Tengah,” ujar Peneliti Balitbangtan, Sri Wahyuningsih, dalam keterangan tertulisnya, (27/12).

Baca juga: Menguak Misteri Pohon Jati Luwih

“Lahan yang digunakan merupakan petak yang ditanami pohon jati varietas Jati Plus Perhutani (JPP) berumur dua tahun seluas dua hektare. Kondisi lahan pada percobaan cukup beragam, di beberapa tempat solum tanah cukup dangkal dan berbatu, kemiringan lahan berkisar antara 10-15%,” tambahnya.

Lima varietas ubi kayu keluaran Balitbangtan yang digunakan pada penelitian tersebut yaitu Adira 4, Malang 4, Litbang UK 2, Cecek Ijo (lokal), dan UJ 5. Kelimanya ditanam di bawah tegakan tanaman jati umur dua tahun dengan menggunakan tiga dosis pemberian input pupuk.

“Semua pupuk (Urea, SP-36 dan KCI) diberikan pada saat tanam, kecuali pupuk Urea diberikan dua kali yaitu 1/3 dosis pada saat tanam dan sisanya diberikan pada saat tanaman berumur tiga bulan. Jarak tanam tegakan jati adalah 3 meter x 3 meter,” jelasnya.

Setiap lorong di antara tegakan pohon jati dibuat dua guludan dengan jarak guludan 100 sentimeter. Ukuran petak 3 meter x 4 meter untuk 10 tanaman. Lalu, tanaman ubi kayu ditanam pada guludan dengan jarak 100 sentimeter x 80 sentimeter. Sedangkan, populasi tanaman 7.500 ubi kayu per hektare sekitar 60% dari populasi normal.

“Hasil umbi yang diperoleh hanya dipengaruhi oleh perbedaan varietas ubi kayu. Varietas Malang 4 dan Adira 4 memberikan hasil lebih banyak dibandingkan tiga varietas lainnya masing-masing 32 dan 28 ton per hektare. Varietas Litbang UK 2, UJ 5, dan Cecek Ijo menghasilkan umbi lebih sedikit berturut turut 21, 23 dan 25 ton per hektare,” tuturnya.

Baca juga: Tingkatkan Produksi Ubi Kayu

Hasil umbi yang dicapai oleh varietas Malang 4 dan Adira 4 dinilai Sri Wahyuningsih cukup tinggi, karena di bawah tegakan pohon jati populasinya hanya mencapai 60% dari tanaman monokultur. Di samping itu, terdapat naungan dari pohon jati yang mencapai 40-60%. Sedangkan Litbang UK 2 memiliki kadar pati yang terendah yaitu 18,60%, sedangkan kadar pati tertinggi diperoleh varietas Adira 4 (22,87%).

“Pemanfaatan areal di bawah tegakan tanaman jati untuk budi daya diharapkan meningkatkan ketahanan pangan dan pendapatan petani di sekitar hutan. Apabila lahan hutan di seluruh Indonesia digarap 20% saja, maka akan menghasilkan 378 juta ton ubi kayu per musim tanam,” tutupnya.

Related News