• 24 April 2024

Teror Harimau Sumatra Ancam Petani

uploads/news/2019/12/teror-harimau-sumatra-ancam-950720bb328dd1e.jpg

Serangan harimau sumatra menjadi ancaman serius bagi para petani di Sumatera Selatan, apa sebabnya?

Mustadi (52), warga Desa Pajar Bulan, Kecamatan Semendo Darat, Kabupaten Muara Enim, Sumatra Selatan, harus merenggang nyawa di tangan harimau buas. Saat kejadian, saksi yang melihat korban ketika itu bercerita jika Mustadi beserta istri dan saksi berada di kebun kopi. Serangan terjadi ketika saksi susah selesai menggiling kopi dan membongkar mesin kopi, sedangkan korban mengambil pukat burung.

Saksi lalu melihat munculnya harimau di dekat korban, sehingga langsung berteriak. Namun, naas harimau keburu menerkam korban dan membuat saksi lainnya naik ke pondok. Setelah itu, saksi mendekati korban yang sudah diserang saat harimau menjauh. Namun, ia terpaksa naik lagi ke pondok karena harimau tersebut kembali mendekati korban yang mendapat bekas luka serangan di bagian dada dan leher.

“Informasi yang kami dapat, serangan terjadi pada Kamis malam (12/12), lokasinya masih di dalam hutan lindung. Istrinya tertahan di dalam pondok sampai malam dan berhasil dievakuasi, jenazah korban juga sudah diserahkan ke keluarga,” kata Kepala Seksi Konservasi Wilayah II Lahat, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumsel, Marialis Puspito.

Baca juga: Teror Serangan Tawon Vespa

Sebelumnya, teror harimau juga memakan korban petani bernama Yanto (39) warga Desa Bukit Benawa, Kecamatan Dempo Selatan, Kabupaten Pagaralam. Saat kejadian, saksi menceritakan jika korban pamit pergi ke kebunnya (2/12). Karena mertuanya meninggal dunia, keluarga beberapa kali menghubungi korban untuk pulang ke rumah.

Namun, korban tak kunjung pulang. Karena khawatir, keluarganya pun meminta kerabatnya di Pagaralam untuk mencari korban. Sayang, saat ditemukan, korban sudah tewas mengenaskan di dekat sepeda motor dan karung yang berisi kopi yang telah dipanen.

“Dugaan kuat korban dimakan harimau dilihat dari bekas gigitan. Lagi pula sepeda motor dan kopi habis dipanen masih ada di lokasi,” kata Kapolsek Dempo Selatan, Iptu Zaldi Jaya.

Zaldi menceritakan, evakuasi korban saat itu terbilang sulit. Petugas harus menuruni perbukitan selama satu jam perjalanan. Setelah dilakukan visum di rumah sakit, jenazah korban dibawa ke rumah duka.

“Kami minta warga waspada, hindari dulu menginap di kebun, karena teror harimau masih terjadi,” imbuhnya.

Penyebab Serangan Harimau

Marialis Puspito menyatakan jika ia sudah mendata keseluruhan data serangan harimau sumatra yang terjad hampir selama satu bulan terakhir. Menurut laporannya, jumlah korban serangan yang diduga kuat dilakukan oleh harimau sumatera berjumlah lima orang dan tiga diantaranya meninggal dunia. Puspito menjelaskan penyebab harimau sumatera menyerang manusia. Menurutnya, saat ini populasi satwa liar yang berada di kawasan hutan lindung yang berada di bawah Kesatuan Pengelola Hutan (KHP) Dempo dan Kikim Pasemah semakin berkurang.

Wilayah KPH Dempo dan Kikim Pasemah sendiri membentang dari Kota Pagar Alam, Kabupaten Lahat, serta Kabupaten Muara Enim. Di dua KPH itu menjadi lokasi konflik harimau dengan manusia belakangan ini. Meski tidak memiliki data jumlah pengurangan populasi tersebut, pria yang disapa Ito ini mengungkapkan, pihaknya menemukan sejumlah bukti maraknya perburuan satwa liar di dua kawasan tersebut.

“Pada 2016, kita menemukan tujuh offset kepala kambing hutan yang sudah diawetkan di Desa Rimba Candi. Di Pagar Alam setiap minggu ada perburuan babi hutan. Itu yang kita temukan, yang tidak ketahuan banyak,” kata Ito belum lama ini.

Baca juga: Si Pesut yang Hampir Punah

Satwa liar yang seharusnya menjadi mangsa harimau di kawasan tersebut, kata Ito, yaitu babi hutan, kambing hutan, kijang, dan rusa. Seluruh satwa itu menjadi sasaran perburuan manusia. Akibatnya, rantai makanan dengan harimau sumatra sebagai puncak pemangsa terganggu. Selain itu, ekosistem di dalam habitatnya juga terganggu.

Selain perburuan liar, perambahan liar yang dilakukan masyarakat pun membuat habitat harimau semakin terdesak. Kawasan hutan lindung yang seharusnya berfungsi sebagai habitat satwa liar, berubah menjadi perkebunan dengan segala perusakan yang dilakukan oleh manusia.

“Daya jelajah harimau sehari bisa 20 kilometer, itu dalam kondisi normal. Kalau mencari mangsa susah, dia disorientasi. Terdesak dan habitatnya terhimpit hingga akhirnya bisa 40 kilometer per hari demi mencari makan. Makanya, risiko perjumpaan dengan manusianya jadi lebih tinggi. Orang ini sudah dikasih nasi, masih memburu makanan makhluk lain,” kata Ito.

Selain itu, pihaknya juga belum bisa mengidentifikasi, apakah individu harimau tersebut mengalami cedera psikologis atau tidak. Ia berujar, bisa jadi harimau tersebut pernah memiliki sejarah terkena jerat atau terluka, sehingga perangainya menjadi lebih agresif.

“Kita pasang kamera trap di lokasi jatuh korban tewas pertama di Desa Pulau Panas, Kabupaten Lahat, belum ada hasilnya. Kamera tidak menangkap penampakan harimau, yang di Dempo juga belum berhasil,” ujarnya.

Himbauan Polisi dan BKSDA

BKSDA Sumsel juga telah memberikan saran kepada Pemerintah Kota Pagar Alam untuk mengevaluasi wisata di sekitar KPH Dempo. Saat ini, banyak objek wisata yang berada di dalam kawasan hutan yang merupakan habitat harimau. Seperti Tugu Rimau, jalur evakuasi di Gunung Dempo yang banyak dijadikan sebagai jalur pendakian, di mana banyak bangunan semipermanen yang dimanfaatkan sebagai warung. Peringatan jika kawasan tersebut merupakan wilayah jelajah harimau pun tidak dihiraukan oleh masyarakat.

“Bahkan, ada ayunan dan spot selfie di Tugu Rimau itu. Kawasan vila, masih jauh di luar, jadi risiko perjumpaannya kecil. Di Kampung Empat yang merupakan pintu pendakian Gunung Dempo, ada jejak juga di situ. Meraung-raung dia kemarin di situ. Tapi individu harimau yang di situ tidak terlalu agresif,” tambahnya.

Baca juga: Oarfish, Ikan Penanda Gempa?

Sementara itu, Kapolres Lahat, Ajun Komisaris Besar Ferry Harap mengimbau, kepada masyarakat untuk tidak melakukan perambahan di hutan lindung, karena akan merusak hutan dan membuat harimau semakin agresif.

“Kami yakin masih banyak masyarakat yang merambah hutan lindung dan menjadikan kebun kopi. Ini semua terjadi dimulai dari ketidakpatuhan kita terhadap aturan dan alam dengan merusak habitat satwa liar,” ujarnya.

Ferry juga mengatakan, tiga peristiwa konflik harimau dengan manusia yang menelan korban di Lahat dan Pagar Alam seluruhnya terjadi hutan lindung yang merupakan habitat harimau. Berdasarkan hasil olah TKP pun pihaknya juga sudah mendapatkan bukti dengan adanya perusakan hutan lindung dengan merambah hutan untuk dijadikan kebun kopi.

Nantinya, pihak kepolisian bersama BKSDA akan terus bersosialisasi dan mengedukasi masyarakat agar tidak melakukan aktivitas di dalam hutan lindung. Sosialisasi yang akan dilakukan yaitu masyarakat dilarang untuk melukai, membunuh, atau bahkan dengan sengaja memburu harimau.

“Kami yakin masih banyak masyarakat yang merambah hutan lindung dan menjadikan kebun kopi. Ini semua terjadi dimulai dari ketidakpatuhan kita terhadap aturan dan alam dengan merusak habitat satwa liar,” tutup Ferry.

Related News