• 25 April 2024

Teror Serangan Tawon Vespa

uploads/news/2019/12/teror-serangan-tawon-vespa-6974492520c7554.jpg

Tawon ndas atau Vespa affinis meneror masyarakat dengan sengatannya.

JAKARTA - Nur Fahrudin (48), warga Desa Pesu, Kecamatan Wedi, Kabupaten Klaten, Daerah Istimewa Yogyakarta, sangat serius bercerita bagaimana penderitaannya saat ia tersengat tawon ndas atau tawon vespa. Ketika itu, ia melihat sarang tawon yang berukuran sekitar satu ember sedang yang diperkirakan sudah dibuat sejak dua bulan lalu di atap teras rumahnya.

Karena posisinya yang persis di tempat anak-anak di desanya bermain, tanpa bantuan seorang ahli, ia pun memutuskan untuk menyingkirkan sarang tawon tersebut agar tidak menyerang anak-anak desa. Peralatan yang digunakannya pun sangat sederhana, ia hanya bebekal jas hujan dan helm untuk melindungi tubuh, serta kepala. Lalu di bagian tangannya dibalut kain serta plastik.

Sebelum beraksi, ia sudah melarang anak-anak yang biasa bermain di lokasi tersebut. Namun, ternyata jas hujan dan helm yang digunakannya itu tak cukup melindungi dirinya. Sekitar pukul 17.00, kawanan tawon ndas penghuni sarang yang ia singkirkan, menyerang Udin. Meski demikian. Perlengkapan jas hujan yang dibalut kain dan plastik di tangannya, masih bisa ditembus oleh sengatan tawon yang mengamuk karena sarangnya dirusak.

Saat tubuhnya disengat, Udin masih bisa bertahan dan berusaha untuk melanjutkan pembongkaran sarang tawon hingga bersih. Setelah berhasil membongkar sarang, ia pun segera turun dari atap dan berlari sekencang-kencangnya untuk menghindari sengatan. Namun, tawon-tawon itu masih terus mengejar seolah mereka tahu target sasarannya.

Pria yang kesehariannya berprofesi sebagai tukang las itu pun langsung merasakan panas di sekujur tubuhnya seperti dipukul-pukul dengan palu. Ia juga merasakan pusing, serta bagian tangannya yang paling banyak mendapatkan sengatan tidak bisa digerakkan sama sekali. Udin pun kemudian dibawa keluarganya ke rumah sakit dan langsung mendapatkan penanganan tim dokter.

“Enggak kuat nahan sakitnya, akhirnya saya dibawa ke rumah sakit. Sampai di rumah sakit, saya disuntik. Saya pikir efek suntikan bisa menahan sakit, ternyata tidak. Saya harus menahan sakit sehari semalam, dua hari baru agak reda, ” tutur Udin.

Mengganas di Jawa Tengah

Namun, korban keganasan tawon ndas bukan Udin seorang. Melansir dari situs resmi Dinas Kesehatan Jawa Tengah, pada 2019 ini terdapat 13 kejadian serangan tawon ndas. Sejak 2016, Kabupaten Klaten menjadi tempat dengan laporan tawon ndas terbanyak, yaitu 667 kasus. Pada tahun ini, dua warga Klaten, Warsomo (87) warga Kecamatan Wonosari dan Lanjarwati (62) asal Kecamatan Wedi, meninggal akibat serangan tawon ndas.

Warsomo sendiri diserang oleh puluhan tawon ndas pada Rabu (6/11) dan meninggal pada Rabu (12/11). Saat peristiwa terjadi, ia tak sengaja menyenggol sarang tawon di pekarangan rumahnya. Sedangkan Lanjarwati tewas dikeroyok tawon saat akan mengambil pakan ternak.

Selain itu, tawon ndas juga menyerang empat anak di Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, pada Jumat (29/11) malam. Saat kejadian, keempat anak itu tengah bermain di sekitar jembatan rel kereta api di kawasan Ngemplak Gadingan Mojolaban. Saat bermain, mereka melihat sarang tawon di jembatan rek kereta.

Lantas, mereka melempari sarang tersebut dengan batu, kemudian dikejar kawanan tawon yang marah hingga akhirnya terkena mereka disengat. Kepala Bidang Pemadam Kebakaran Satpol PP Sukoharjo, Margono mengatakan, sejak Januari hingga November 2019, tim Damkar dan relawan sudah memusnahkan 400 sarang tawon ndas.

Di tempat lain, Dinas Pemadam Kebakaran Surakarta juga mencatat, sejak Januari hingga November 2019 terdapat 183 sarang tawon ndas yang dimusnahkan di Solo, Jawa Tengah. Sedangkan di Semarang, menurut Kepala Bidang Operasional Damkar Kota Semarang, Trijoto P Sakti mengatakan, sepanjang Januari-November 2019, sebanyak 174 warga di Semarang menjadi korban sengatan.

Dari jumlah tersebut, 32 warga di Kecamatan Ngaliyan, 27 di Banyumanik, 15 di Semarang, 16 di Mijen dan 22 di Tembalang menjadi korban. Ia menyebut, pada 2019 ini jumlah tawon ndas yang menyerang mengalami peningkatan. Bahkan, peristiwa ini mengakibatkan satu orang warga di Ngaliyan meninggal dunia.

kSarang tawon ndas juga ditemukan di Kudus, menurut Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Kudus, Bergas C Penanggungan mengatakan, hingga November 2019, pihaknya dibantu Damkar dan Satpol PP Kudus telah memusnahkan 19 sarang tawon ndas. Tawon-tawon tersebut bersarang di Kecamatan Jekulo, Jati, Kaliwungu, Bae, dan Kudus Kota.

Serangan tawon juga ada di Pemalang, Brebes, dan Tegal. Setidaknya tiga orang meninggal dan dua orang mendapatkan perawatan intensif. Korban tewas yaitu Carmi (75), warga Kelurahan Krandon Kidul, Kecamatan Margadan, Kota Tegal, serta pasangan suami istri asal Desa Kebandaran, Kecamatan Bodeh, Kabupaten Pemalang.

Menangani Sengatan Tawon Ndas

Serangan tawon ndas (Vespa affinis) yang terjadi di berbagai daerah di Indonesia, khususnya di Jawa Tengah, tentunya meresahkan masyarakat. Menurut laporan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), selama kurun waktu 2017 hingga November 2019, terdapat 10 korban meninggal dunia dan lebih dari 250 korban yang dirawat di rumah sakit, akibat sengatan tawon ndas.

Menurut LIPI, di Indonesia, tawon terbagi dalam dua jenis, yaitu soliter dan sosial. Jenis soliter yaitu Eumeninae, yang merupakan tawon yang mampu hidup sendiri, tidak ada fase pemeliharaan anak dan material sarang terbuat dari tanah dan lumpur. Sementara Polistinae, Stenogastrinae, dan Vespinae, yang masuk ke dalam tawon sosial dengan hidup berkoloni, ada fase pemeliharaan anak dan material sarang dari tumbuhan (pulp).

Tawon ndas yang merupakan jenis Vespinae merupakan tawon yang cenderung agresif dan berbahaya. Secara umum, tawon merupakan satwa predator. Tawon biasanya cenderung tidak agresif dan menyerang, kecuali jika diganggu atau merasa terganggu.

Peneliti tawon Pusat Penelitian Biologi, Hari Nugroho menjelaskan, ada beberapa faktor penyebab serangan tawon ndas di beberapa daerah, seperti hilangnya habitat alami tawon imbas dari pengalihan tata guna lahan, berkurangnya musuh alami atau predator tawon, perubahan iklim global, dan faktor sumber makanan.

“Tawon agresif di siang hari, hal ini dikarenakan suhu yang hangat berpengaruh terhadap metabolisme tubuh tawon. Berbeda dengan kondisi dingin dan gelap mereka cenderung pasif,” ungkap Hari.

Ia juga menyebut, sengatan hanya dilakukan oleh tawon betina yang berfungsi utama sebagai alat berburu mangsa sekaligus pertahanan diri terakhir terhadap berbagai gangguan atau ancaman. Apalagi, sengatan tawon ndas mengandung feromon untuk memanggil koloninya untuk menyengat. Sengatan yang mematikan bagi manusia tersebut akan menimbulkan anafilaksasi atau reaksi alergi berat.

“Pada saat tawon menyengat, akan diikuti dengan dikeluarkannya zat kimia feromon yang berfungsi sebagai alarm bagi kawanannya bahwa ada ancaman terhadap koloni. Alarm ini akan mengundang tawon-tawon lain dalam satu koloni untuk ikut menyengat,” kata Hari.

Menurut dokter hewan, Liza Atikah Purwandani dari Dinas Kesehatan Kota Tegal, sengatan satu tawon ndas sebenarnya tidak berbahaya. Masyarakat bisa mengoleskan bekas sengatan menggunakan minyak kelapa atau salep balsam. Namun, sengatan tawon ndas justru berbahaya bagi orang yang memiliki sensitif. Biasanya, setelah disengat akan terjadi bengkak, berwarna merah, terasa panas, hingga sesak napas.

“Yang jelas, tawon ndas menggunakan sengatannya untuk mempertahankan diri. Mereka akan agresif jika merasa terganggu,” sebutnya.

Peneliti dari Pusat Penelitian Biologi, Sih Kahono menambahkan, tawon bisa menyengat beberapa kali, berbeda dengan lebah madu yang hanya menyengat satu kali.

“Biasanya satu individu yang menyengat pertama mengeluarkan feromon berbahaya yang disebut attack pheromone dengan maksud untuk mengundang individu-individu lain dari satu koloni untuk ikut menyengat bersama sama,” kata Kahono.

Kahono menyarankan, untuk pembasmian tawon cukup dilakukan hanya di lokasi yang membahayakan keselamatan manusia, sehingga tidak menimbulkan permasalahan ekologi. Selain itu, upaya pemindahan sarang juga dapat rutin dilakukan, termasuk membuat sarang palsu untuk menekan munculnya sarang baru. Lalu, juga bisa membuat perangkap tawon di lokasi dengan populasi tinggi, dan membersihkan hingga tuntas sarang lama yang sudah kosong.

“Di samping itu penanganan secara local wisdom juga dapat menjadi solusi alternatif, namun tetap harus mengedepankan keselamatan dan sesuai prosedur,” imbuh Kahono.

Selain itu, hal praktis yang perlu diperhatikan masyarakat disaat menghadapi tawon yaitu hindari memindahkan sarang yang berukuran besar tanpa pemantauan dari pihak yang berwenang.

“Selama masa outbreak tawon, lakukan pemeriksaan rumah dan lingkungan secara berkala dan jika terkena sengatan tawon dalam jumlah banyak segera hubungi rumah sakit untuk mendapatkan penanganan medis yang tepat,” tutup Hari.

Related News