• 26 April 2024

Menengok Kisah Petani Cabai Milenial

"Motivasi menjadi petani itu, terpikirkan oleh saya bahwa betapa besarnya manfaat menjadi petani. Baik untuk alam, hewan, dan manusia”

JAKARTA – Pagi itu, masih pukul 06.00 WIB, di saat semua orang masih tertidur pulas, seorang wanita berkerudung hitam terlihat tengah sibuk berkutat di tengah kebun cabai. Perempuan itu bernama Lia Dahlia. Lia begitu bersemangat turun ke kebun cabai, sebab hari yang ditunggu telah tiba. Ia bersama belasan petani perempuan lainnya akan panen cabai merah kriting dari kebun BluFarm miliknya. Kebun yang berlokasi di Kelurahan Gunung Bunder 2, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat ini, telah ia kelola untuk menanam cabai sejak beberapa bulan terakhir.

Meski udara pagi itu terasa dingin dan langit masih terlihat gelap, namun api semangat Lia tak bisa terkalahkan. Ia tetap antusias, menyiapkan beberapa ember dan karung beras sebagai wadah penampungan cabai yang akan ia petik. Kemudian, wanita yang masih berusia 28 tahunan itu berjalan menyusuri kebun. Melangkahkan kaki dari satu pohon menuju pohon lainnya. Tangannya lincah memetik cabai-cabai yang masih tergantung manis di ranting pohon.

Dalam balutan kaos panjang berwarna putih, Lia dengan gerakan lihai memilah beberapa cabai, kemudian meletakannya kedalam ember berwarna hijau yang ia dekap. Di atas lahan 4000 meter itu, ia berhasil mengumpulkan beberapa karung beras yang terisi penuh dengan cabai merah kriting. Lia perkirakan, panen bulan ini mampu mencapai 12-15 Kilogram. Dengan hasil panen sebanyak itu, Lia mengatakan mampu meraih untung sebanyak Rp 25 juta.

Baca juga: Mengatasi Cabai Kering di Pohon

Meski pandemi covid-19 masih merajalela di seluruh daerah, Lia tidak berhenti menjalankan aktivitasnya sebagai petani. Sebab, cabai tetap dibutuhkan oleh pangsa. Melalui banyaknya permintaan dari seluruh sudut, cabai yang ia panen selalu habis terjual. Baik dari penjualan online maupun penjualan offline.

“Cabai jadi komoditas yang sangat diperlukan oleh rumah tangga, tempat kuliner dan lain sebagainya. Saat pemberlakuan PPKM seperti ini pun, penjualan cabai tidak terpengaruh,” ungkap wanita lulusan Universitas Budi Luhur itu.

Dalam pandangan masyarakat pada umumnya, menjadi petani mungkin sesuatu yang tidak terpikirkan apalagi oleh para generasi muda. Hidup di zaman yang canggih dan serba modern ini, membuat para generasi muda atau milenial lebih memilih untuk bekerja kantoran, bekerja di tempat yang jauh dari terik panas matahari, atau menjadi PNS dengan tunjangan dan fasilitas yang menggiurkan.

Hanya saja Lia berbeda. Wanita lulusan jurusan sistem informasi ini memilih menjadi petani. Meski ia tidak menyandang gelar sarjana pertanian, namun hobinya untuk bergelut pada tanaman dan alam, membuat Lia menjalankan profesi bertani dengan semangat yang membara. Ditambah, hidup dengan latar belakang keluarga petani membuatnya tertarik dan ingin mencoba pertanian. Dari lingkungannya tersebut, Lia sadar bahwa peduli dengan sesama makhluk hidup itu menjadi keharusan.

"Motivasi menjadi petani itu, terpikirkan oleh saya bahwa betapa besarnya manfaat menjadi petani. Baik untuk alam, hewan, dan manusia. Karena berawal dari tanah yang subur kemudian ditanami bahan makanan yang nantinya akan bermanfaat untuk kehidupan. Kemudian untuk hewan, kita bisa memberikan mereka makan untuk tetap hidup. Dan yang terakhir manusia, kita bisa memberikan pekerjaan untuk mereka," tutupnya.

Baca juga: Keuntungan Besar Panen Cabai Keriting

Related News