• 20 April 2024

Analisis Kerugian Ekonomi Akibat Karhutla

uploads/news/2021/03/analisis-kerugian-ekonomi-akibat-879031769fc57f1.jpg

"Kebakaran hutan dan lahan baik secara langsung maupun tidak langsung juga berdampak negatif terhadap ekonomi"

Jakarta – Kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) yang telah beberapa bulan terjadi di Indonesia berpotensi merugikan pertumbuhan ekonomi jika tidak segera dihentikan. Karhutla masih terus terjadi di Indonesia, terutama di Sumatera, Riau, dan Kalimantan.

Sejarah mencatat, karhutla hebat pernah terjadi di Riau dan Kalimantan tahun 1997 silam. Dampaknya amat parah, termasuk jatuhnya pesawat dan efek asap yang sampai ke negara-negara tetangga, bahkan hingga Australia.

Baca JugaPengaruh Kebakaran Hutan Terhadap Tanah

Efek kebakaran hutan dan lahan yang terjadi akhir-akhir ini juga cukup mengkhawatirkan. Sebaran asap yang ditimbulkan sudah amat meluas, mencapai sebagian besar wilayah Sumatera dan Kalimantan, bahkan warga negeri jiran juga turut merasakan dampaknya. selain dampak sosial, dampak ekonomi juga termasuk masalah terbesar yang kerap kali dihadapi.

Baca JugaRiau Hadapi Ancaman Karhutla

Menurut Ahli Kebakaran Hutan, Prof Bambang Hero Saharjo Kebakaran hutan dan lahan baik secara langsung maupun tidak langsung juga berdampak negatif terhadap ekonomi. Dampak langsung misalnya akan mengganggu transportasi darat, laut dan udara yang berujung pada tidak bekerjanya sarana transportasi, akibatnya tiket tidak terjual dan lain sebagainya.

Baca JugaMencari Dalang Kebakaran Hutan Papua

“Durasi sebagai implikasi dari terjadinya asap akibat kebakaran tersebut akan bergantung kepada penanganan kebakarannya, apakah mampu menekan asap atau tidak. Implikasinya juga mempunyai dampak domino seperti berkurangnya penjualan makanan, minuman, dan lain sebagainya karena bandara, pelabuhan, dan sebagainya tutup untuk waktu yang cukup lama. Aktivitas asap ini juga akan menghambat penerbangan ke dalam dan luar negeri karena pesawat dari dalam dan luar negeri tidak bisa take off dan landing karena terganggu oleh jarak pandang akibat asap,” Jelas Prof Bambang saat dihubungi Jagadtani.id melalui pesan singkat.

Prof Bambang juga menjelaskan selain kerugian dalam hal penerbangan, Indonesia mengalami kerugian di sektor pertanian, seperti gagal panen untuk komoditas tertentu yang membutuhkan sinar matahari yang cukup, baik tanaman tahunan maupun palawija.

Baca JugaMencari Solusi Permanen Atasi Karhutla

"Selain itu yang juga akan berdampak negatif sangat luas dan bernilai tinggi adalah karena berkurangnya umur pakai lahan misal akibat gambut yang terbakar akan mengurangi waktu operasional pemafaatan lahan tersebut dari 50 tahun mungkin hanya akan mampu digunakan sekitar 20 tahun saja. Sebagai contoh nilai kerugian akibat kebakaran besar tahun 2015 lalu menurut perkiraan Bank Dunia adalah lebih dari Rp 200 Triliun dan kebakaran tahun 2019 yang lalu kerugiannya sekitar Rp 75 Triliun,” Pungkasnya.

Related News