• 20 April 2024

Waspadai Flu Babi Jenis Baru

uploads/news/2020/07/waspadai-flu-babi-jenis-16873af0742a7dc.jpg

Virus penyebab COVID-19 (SARS-CoV-2) mudah menular antar manusia. Tapi sejauh ini belum ada bukti adanya penularan G4 EA H1N1 antar manusia.

JAKARTA - Dosen Institut Pertanian Bogor (IPB) University dari Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Dr. drh. Surachmi Setiyaningsih, mengajak Sahabat Tani mengingat kembali ke masa satu dekade yang lalu.

Tepatnya pada 2009, saat dunia digemparkan dengan munculnya virus flu baru yang menyebabkan penyakit pernafasan manusia.

Baca juga: Awas! Virus Baru Berpotensi Pandemi

Pertama kali dilaporkan di Meksiko dan Amerika Serikat, penyakit tersebut berjangkit pada orang yang berkontak dengan babi yang terinfeksi. 

Namun, penyebaran selanjutnya dipercepat melalui penularan antar manusia.

Akibatnya, kejadian penyakitnya meluas ke semua benua.

Hal tersebut mendorong badan kesehatan dunia, WHO mendeklarasikan pandemi flu babi pada Juni 2009 dan virus penyebabnya dikenal sebagai pdm/09 H1N1.

Virus tersebut kemudian menetap dan bersirkulasi diantara virus flu musiman, sehingga WHO memutuskan mengakhiri status pandemi pada Agustus 2010.

Terkait ditemukannya virus flu babi baru di Cina yang banyak diberitakan berbagai media global pada akhir Juni 2020, Dr. Surachmi menyebutkan, virus tersebut merupakan virus influenza variasi baru.

Jika pdm/09 H1N1 merupakan persilangan antara triple reassortant (TR) H1N1 dan Eurasian avian-like (EA) H1N1, maka virus yang muncul di Cina merupakan percampuran antara EA H1N1, pdm/09 H1N1 dan TR H1N1. 

Virus yang dinamai Genotipe 4 (G4) EA H1N1 ini, ditengarai beredar pertama kali pada populasi babi di Cina sejak 2016 dengan dominasi yang meningkat dari tahun ke tahun.

Temuan tersebut dimungkinkan, karena China mempunyai program surveilans virus influenza yang komprehensif dan sistematis.

Ketika ditanyakan keterkaitan antara virus flu babi baru ini dengan banyaknya kematian babi di Sumatera, Dr Surachmi menyampaikan, kematian pada babi yang merebak di Sumatra dan berbagai wilayah Indonesia lainnya sejak akhir 2019 disebabkan oleh infeksi virus African swine feveri (ASF) dan atau virus Classical swine fever (CSF).

Kemungkinan, karena adanya kata “fever”, menyebabkan berbagai media banyak menyebutnya sebagai “flu babi” dalam pemberitaannya. 

Penyakit ASF dan CSF hanya menyerang babi dan mematikan, namun tidak menular ke manusia.

Sementara, infeksi virus influenza pada babi umumnya menunjukkan gejala pernafasan ringan sampai sedang dan jarang mematikan, namun bisa menular ke manusia. 

Mengenai bahaya infeksi G4 EA H1N1 pada manusia, apabila dibandingkan dengan infeksi COVID-19, Dr. Surachmi menyebutkan bukti tentang bahaya infeksi G4 EA H1N1 pada manusia masih sangat sedikit untuk bisa mengkaji keganasan virus.

Artikel yang melaporkan adanya infeksi virus pada para pekerja peternakan babi di China membuktikan sekitar 10% atau 35 orang terpapar.

Tetapi, tidak ada informasi yang jelas terkait gejala klinis pada para pekerja tersebut.

Demikian juga, keganasan virus pada manusia masih belum terbukti dengan tegas. 

Kajian retrospektif di Cina baru menemukan dua pasien positif G4 EA H1N1.

Yakni satu orang dewasa berumur 46 tahun yang menunjukkan gejala flu berat disertai pneumonia yang berujung kematian, karena kegagalan sistem dan kasus pada seorang anak berumur 9 tahun hanya menunjukkan gejala flu ringan.

Virus penyebab COVID-19 (SARS-CoV-2) mudah menular antar manusia. Tapi sejauh ini belum ada bukti adanya penularan G4 EA H1N1 antar manusia. Seperti kita ketahui, SARS-CoV-2 yang juga pertama kali muncul di Cina saat ini telah menyebar ke seluruh dunia dan menyandang status pandemi, sementara sirkulasi virus influenza G4 EA H1N1 sampai saat ini masih terbatas di Cina,” ujarnya.

Namun demikian, ada kekhawatiran G4 EA H1N1 berpotensi menjadi pandemi mengingat virus tersebut merupakan keturunan dari virus flu babi penyebab pandemi 2009,” tambahnya. 

Ia menjelaskan, prediksi tersebut didasarkan pada temuan kelompok ilmuwan Cina melalui eksperimen laboratorium menggunakan hewan model yang menunjukkan virus ini mampu menginfeksi dan menular lewat udara secara efisien, sangat mendekati karakter pdm/09 H1N1.

Selain itu, adanya percampuran genetik pada G4 EA H1N1 mengakibatkan variasi antigenik dan reaktivitas silang yang rendah dengan virus vaksin influenza musiman.

Sehingga, dikhawatirkan kekebalan populasi yang ada tidak mampu memberikan perlindungan. 

Ditambahkan lagi, dengan kemampuan G4 EA H1N1 menginfeksi manusia akan meningkatkan peluang bagi virus untuk beradaptasi lebih lanjut.

Karenanya, WHO akan terus mengawasi dengan cermat perkembangan kasus ini, sekaligus menekankan pentingnya kewaspadaan kita terhadap influenza,” lanjutnya.

Di tanah air, Dr. Surachmi mengamati letak kandang babi yang berdekatan dengan pemukiman masih jamak ditemukan, terutama pada peternakan rakyat.

Hal tersebut meningkatkan risiko penularan ke manusia, sekaligus menjadi peluang terjadinya percampuran (reasorsi) gen-gen berbagai strain virus influenza yang dapat menghasilkan varian baru.

Ia menegaskan, pentingnya untuk penerapan biosekuriti yang baik pada peternakan babi.

Diantaranya, menjaga kebersihan kandang dan lingkungan dengan melakukan sanitasi dan disinfeksi, melindungi diri saat berkontak langsung dengan babi, serta melakukan pengawasan lalu-lintas babi.

Tidak hanya itu, penting juga melakukan sosialisasi tentang “flu babi” kepada masyarakat umum dan para pelaku usaha terkait.

Mempertimbangkan hal-hal tersebut di atas, menurutnya langkah-langkah kesehatan masyarakat yang terkait COVID-19.

Seperti kebersihan tangan, etika pernapasan yang baik, memakai masker, ditambah dengan melindungi diri saat berkontak dengan babi.

Hal itu menurutnya merupakan tindakan penting yang dapat dilakukan, untuk mencegah infeksi virus pernafasan yang dapat menular lewat udara maupun kontak langsung.

Baca juga: Kebangkitan Vietnam dari Virus ASF

Secara umum, riset dasar tentang biologi mikroba patogen penyebab penyakit hewan maupun manusia relatif masih sedikit di Indonesia. Sementara deteksi dini penting dilakukan untuk mitigasi. Penelitian terkait karakter virus influenza babi di IPB University belum ada, umumnya masih terbatas pada flu burung atau avian influenza di berbagai spesies unggas,” katanya

Kajian virologi eksploratif terhadap adanya jenis virus influenza yang bersirkulasi di daerah dengan kepadatan babi yang tinggi sangat penting dilakukan. Mengingat peran babi sebagai wahana percampuran (mixing vessel) yang memunculkan strain atau varian baru virus influenza,” pungkasnya.

Related News