• 27 April 2024

Revolusi Pertanian ala Jepang

Lahan yang semakin sulit dicari, mendorong para agroteknologi Jepang untuk mengubah metode terbaru pertanian.

JEPANG - Para petani di Jepang saat ini terus mengembangkan teknologi untuk diterapkan ke dalam bidang pertanian. Selain menggunakan peralatan-peralatan pertanian canggih, petani di negeri matahari terbit itu juga telah mengembangkan pertanian tanpa lahan. Revolusi pertanian tanpa lahan yang dilakukan oleh para ahli agroteknologi di Jepang bukan tanpa sebab.

Seperti yang dilakukan Yuichi Mori yang lebih memilih tidak menanam buah dan sayuran di tanah, malahan dia tidak memerlukannya. Ilmuwan ini malah bergantung pada materi yang dirancang untuk mengobati ginjal manusia - selaput polimer bening dan berpori. Nantinya tanaman akan tumbuh di atas selaput yang berfungsi membantu untuk menyimpan cairan dan nutrien.

Selain dapat menumbuhkan tanaman dalam keadaan apapun, teknik ini juga diklaim hanya menggunakan 90% air lebih sedikit dibandingkan pertanian tradisional. Jika ada virus dan bakteri, teknik ini diklaim tidak lagi memerlukan pestisida karena polimer dapat menghambat virus dan bakteri.

Para ilmuwan mengklaim jika revolusi pertanian yang kini dilakukan, merupakan cara untuk mengatasi lahan dan kekurangan sumber daya manusia. “Saya mengadaptasi materi yang digunakan untuk menyaring darah pada proses dialisis ginjal, kata Mori seperti dikutip dari BBC, belum lama ini.

Selain itu, Mebiol, perusahaan tempatnya memiliki paten penemuan yang telah didaftarkan di hampir 120 negara. Hal tersebut menjadi penanda jika revolusi pertanian sedang berlangsung di Jepang. Seperti lahan yang berubah menjadi pusat teknologi dengan bantuan kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI), Internet of Thing, dan pengetahuan canggih lainnya.

Menurut Mori, kemampuan agroteknologi yang dapat meningkatkan ketepatan dalam mengamati dan memelihara tanaman akan berperan penting di masa depan. Apa lagi, menurut laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tahun ini mengenai Pengembangan Sumber Daya Air memperkirakan 40% produksi biji-bijian dan 45% produk domestik bruto (PDB) akan bermasalah pada 2050 jika kerusakan lingkungan dan sumber daya air terus berlanjut.

Metode budidaya yang dikembangkan Mori juga telah digunakan di lebih 150 daerah di Jepang dan negara lain seperti di Uni Emirat Arab (UAE). Metode ini dianggap penting, terutama dalam membangun kembali daerah pertanian Jepang di timur laut yang tercemar berbagai zat dan radiasi dari tsunami setelah gempa besar dan bencana nuklir pada Maret 2011 lalu.

Related News