• 29 March 2024

Mengenal Konsep Estate Padi

uploads/news/2020/07/mengenal-konsep-estate-padi-536249c33268464.jpg

Ini yang menjadi cikal bakal terwujudnya perusahaan kolektif yang dimiliki petani berskala kecil.

JAKARTA - Dosen Institut Pertanian Bogor (IPB) University, Dr. Amiruddin Saleh, menawarkan konsep kelembagaan petani padi beririgasi bernama Konsep Estate Padi (KEP).

KEP merupakan bagian dari riset Dr. Amiruddin dan tim yang dipimpinnya, berjudul “Pengembangan Kelembagaan Usahatani Padi Kawasan Berkelanjutan Menuju Agrobisnis Cerdas Industri 4.0.”

Riset tersebut berhasil menjadi salah satu Riset Unggulan Nasional RI 2020.

Baca juga: Mengenal Bakteri Listeria Monocytogenes

Menurut Dr. Amiruddin, KEP dibentuk oleh petani berskala kecil dalam suatu hamparan di suatu kawasan dengan menganut prinsip sinergi, konsolidasi, kebersamaan, dan berkelanjutan.

Satu unit KEP terdiri atas 101 hektar sawah (di Pulau Jawa), dengan 100 hektar untuk produksi dan konsumsi sementara satu hektarnya untuk produksi benih.

Untuk di luar Pulau Jawa, dibutuhkan 303 hektar dimana 300 hektarnya untuk produksi konsumsi dan tiga hektarnya untuk produksi benih.

Peserta KEP merupakan para petani berskala kecil yang memiliki sendiri lahannya atau menggarap lahan milik orang lain dan telah menandatangani Pakta Kebersamaan bermaterai.

Seluruh petani dalam kawasan tersebut tetap bekerja di lahan miliknya masing-masing seperti yang dilakukan selama ini. Lahan yang diusahakan tersebut dapat berupa milik sendiri atau sewa. Sebaiknya satu hamparan,” ujarnya dalam keterangan resmi IPB University belum lama ini.

Setelah terbentuk unit KEP, menurutnya, perlu dibuat organisasi KEP.

Tujuannya yaitu untuk hubungan interelasi antara kelembagaan KEP dengan lembaga lain yang diperlukan demi mendukung jalannya manajemen KEP.

Kelembagaan yang terkait dengan lembaga KEP tersebut meliputi pemerintah dan lembaga terkait, perguruan tinggi, bank, rice mill unit (RMU) atau centralize rice process complex (CRPC), dan pasar.

Selanjutnya diatur pula manajemen KEP. Ini yang menjadi cikal bakal terwujudnya perusahaan kolektif yang dimiliki petani berskala kecil. Struktur manajemen KEP juga dirancang secara sangat sederhana yang intinya memberi kekuasaan penuh kepada petani yang direpresentasikan oleh Forum Perwakilan Petani Pemilik dan Penggarap Lahan (FP4L),” terangnya.

KEP dapat dilaksanakan dengan mengikuti prinsip-prinsip seperti pengadaan dan pembelian sarana produksi, pemilihan teknologi, pengaturan air irigasi pola tanam dan penjadwalan tanam sampai panen.

Selanjutnya, ada proses pemasaran dikordinasikan oleh Forum FP4L yang dibantu oleh manajer, memproduksi benih untuk KEP, pemasaran beras, adanya pelatihan, dan pendampingan.

Dr. Amir menyatakan, KEP pada awalnya mengembangkan usaha beras.

Setelah usaha beras berjalan dengan baik, KEP dapat mengembangkan usaha lainnya, tidak hanya beras melainkan juga usaha produksi benih, penyediaan sarana produksi, usaha pupuk organik dan usaha sampingan lainnya. 

Di dalam KEP juga akan ada proses belajar dan mengajar.

Akan ada pendampingan yang dilakukan oleh pakar yang kompeten selama tiga tahun berturut-turut.

Pakar tersebut berasal dari beberapa disiplin ilmu (teknis dan nonteknik) dari perguruan tinggi atau praktisi dan lainnya yang relevan.

KEP juga akan memiliki produk yang dihasilkan.

Yaitu perusahaan kolektif berbadan hukum (Koperasi atau Perseroan Terbatas) yang sahamnya dimiliki seluruh petani peserta KEP secara proporsional.

Petani yang terhimpun dalam KEP akan memperoleh keuntungan diantaranya adalah semua petani akan memperoleh beragam ilmu dan teknologi di bidang pertanian, manajemen dan pemasaran. Khususnya yang bersifat praktis,” katanya.

Petani peserta KEP dapat bermitra dengan pemerintah dan atau pihak lain untuk mengembangkan kawasan pertanian dalam rangka peningkatan produktivitas yang mendukung semua program pemerintah di bidang pertanian dan non pertanian. Posisi tawar (bargaining position) petani kuat,” lanjutnya. 

Keunggulan lainnya yaitu, meningkatkan efisiensi manajemen dan usaha sehingga usaha lebih menguntungkan dan menyejahterakan.

Baca juga: Menanam Toga di Lahan Sempit

Selain itu, dapat memunculkan lapangan kerja baru dan memberikan nilai, sistem produksi pertanian yang ramah lingkungan semakin nyata karena memperoleh arahan dari pakar kompeten, terwujudnya kemandirian benih dan pangan, serta pemasaran produk atau jasa di setiap daerah.

Sumber daya manusia (SDM) lulusan perguruan tinggi mendapatkan peluang bekerja dan berusaha dan masyarakat luas dapat berpartisipasi dalam kepemilikan saham usaha.

Related News