• 29 March 2024

Green Tea Premium ala Petani

uploads/news/2019/10/green-tea-premium-ala-74814dca7579185.jpg

Green tea premium menjadi andalan para petani di Kulon Progo.

KULON PROGO - Suko Hadi, sekretaris Kelompok Usaha Bersama (KUB) Kulon Progo sangat bersemangat menceritakan bagaimana sejarah budidaya teh yang tersebar di Kecamatan Samigaluh dan Kecamatan Girimulyo serta telah dilakukan sejak 1990. Ada yang unik, menurut Suko Hadi, yang juga membina 18 kelompok budidaya teh, mengatakan jika green tea premium merupakan produk teh pertama yang diciptakan petani teh di Samigaluh

Green tea itu produk pertama kali yang kita ciptakan dan belum pernah ada,” ujar Suko Hadi.

Green tea premium berasal dari pucuk daun teh premium. Warna green tea premium saat diseduh ialah hijau kekuningan atau kuning kecoklatan. Green tea premium memiliki masa panen dan proses produksi yang berbeda dari teh medium.

Normalnya, teh akan dipanen setelah empat tahun ditanam. Saat masa panen tiba, bahan teh untuk green tea premium diambil dari pucuk teh yang baru berusia 7 sampai 10 hari dari masa panen. Berbeda dengan bahan teh medium yang akan dipetik pada hari ke 15 sampai 20.

Proses pengolahan green tea premium juga terbilang kilat. Setelah dipetik, hanya dalam hitungan menit teh langsung dimasukkan ke sangrai sangan tanah untuk melalui proses oksidasi enzimatis. Sangrai sangan tanah ialah tungku yang terbuat dari tanah liat. Menurut Hadi, mereka menggunakan media tersebut lantaran tidak ada kandungan logam di dalamnya.

“Karena setelah kita teliti dia tidak ada kandungan logamnya,” ujar Hadi yang telah budidaya teh kurang lebih 30 tahun lamanya.

Proses oksidasi enzimatis dilakukan untuk mematikan enzim di dalam teh. Proses ini dilakukan hanya dalam hitungan menit. Melalui proses oksidasi enzimatis kandungan antioksidan di dalam teh menjadi sangat tinggi. Oksidasi enzimatis dilakukan dengan menyangrai teh selama beberapa menit hingga daun teh menjadi layu.

“Berarti kalau segera kita layukan kan nutrisi yang didalamnya sudah terbendung semua,” kata Hadi saat ditemui di kebunnya di Dusun Nglinggo Timur, Samigaluh.

Proses ini, bagi Hadi juga mempengaruhi rasa teh menjadi lebih enak. Setelah melalui proses oksidasi enzimatis, teh yang telah layu dikeluarkan dan dianginkan dalam beberapa waktu hingga dingin. Kemudian, teh dimasukkan kembali ke sangrai sangan tanah untuk disangrai selama enam sampai delapan kali. Durasi setiap kali sangrai tidak bisa dihitung lantaran lama waktu sangrai perlu disesuaikan dengan perubahan warna teh yang terjadi.

“Kalau perubahan warna tahap bertahap itu tidak sama, itu nanti hasilnya juga berbeda,” ucap Hadi yang memiliki lahan kebun teh seluas 2,5 hektare itu.

Proses penyangraian dilakukan hingga tekstur daun teh menjadi benar-benar kering dan berwarna hijau kehitaman. Selama disangrai, para petani sangat memperhatikan perubahan warna dan tekstur. Hal tersebut dilakukan karena mereka ingin menyajikan teh yang memiliki kandungan antioksidan setidaknya sebanyak 30% ke atas.

Dalam satu tahun, petani teh di Kulon Progo bisa panen sebanyak tiga kali. Di lahan miliknya, Hadi bisa memanen teh premium rata-rata sebanyak 30 hingga 50 kilogram dalam sekali panen. Menurutnya jumlah panen di lahan miliknya tidak jauh berbeda dengan kelompok-kelompok budidaya teh. Setelah panen, teh yang telah kering dijual ke Pusat Pengelolaan Teh Menoreh (PPTM) milik masyarakat.

Untuk satu kilogram teh premium kering biasanya dihargai Rp100 ribu, sedangkan teh medium kering satu kilogram dihargai Rp35 hingga Rp45 ribu. Tak hanya dijual kering, teh yang masih basah juga biasanya dibeli oleh perusahaan. Biasanya, harga satu kilogram teh premium basah mencapai Rp2.500, sedangkan kelompok budidaya biasanya membeli dari petani dengan harga Rp3.500. (FDT) (source photo: financialexpress.com)

Related News