• 29 March 2024

Menengok Rumah Gajah Sumatera

JAKARTA - Taman Nasional Way Kambas yang berada di samping Sungai Way Kambas, termasuk dalam Kecamatan Labuhan Ratu, Kabupaten Lampung Timur dan menjadi tempat konservasi gajah Sumatera yang mulai langka di habitat aslinya, hutan Sumatera. Taman Nasional Way Kambas menjadi salah satu pusat pelatihan gajah di Sumatera yang kini berubah fungsi menjadi pusat konservasi gajah dengan luas area mencapai 1.300 km persegi.

Taman ini didirikan pada 1937 oleh Belanda dan pusat pelatihannya sendiri diresmikan pada 1985. Dengan area yang dibuat alami seperti hutan, setelah melewati pintu gerbang wisatawan akan disambut dengan hewan-hewan, seperti monyet dan babi hutan yang berkeliaran bebas.

Selain gajah, fauna yang hampir punah juga dikembangbiakkan di sini, seperti badak Sumatera, harimau Sumatera, dan buaya sepit di area khusus. Jika beruntung, wisatawan dapat menyaksikan bangau tongtong bertengger di atas dahan atau beberapa burung yang menjadikan taman ini sebagai rumahnya.

Bentang alam berupa dataran rendah dengan rerumputan tinggi dan beberapa pohon menjadikan taman ini tempat bermain yang aman untuk gajah-gajah yang telah dijinakkan. Beberapa gajah liar yang menjadi korban perburuan gading atau terkena perangkap warga, diselamatkan di taman nasional ini.

Gajah-gajah yang sudah dijinakkan, biasanya disertakan dalam atraksi, seperti menunggang gajah untuk mengelilingi sebagian area taman dan sepak bola gajah. Setiap gajah memiliki pawang pribadi yang mengurus segala keperluan mereka mulai dari memberi pakan khusus, seperti rotan, rumput dan ilalang yang tersedia melimpah di area taman nasional.

Selain itu, pada malam hari gajah-gajah akan dimasukkan ke kandang khusus untuk mencegah gajah keluar dari taman.Di area ini, disediakan kolam minum dan rumput untuk pakan di malam hari. Rumah sakit gajah juga tersedia di sini. Rumah sakit gajah akan memberi pertolongan pertama bagi mamalia darat terbesar ini.

Lalu terdapat juga area karantina berupa tiang-tiang untuk merantai gajah jantan yang sedang mengalami masa birahi karena gajah-gajah ini dapat bertindak agresif, bahkan kepada pawangnya sendiri. Masa birahi ini ditandai dengan keluarnya cairan emas dari sisi sebelah telinga.

Pada masa birahi ini, gajah jantan sangat mudah terprovokasi oleh keberadaan gajah jantan lainnya, walau pun gajah tersebut masih kecil. Gajah jantan bertindak sangat agresif jika melihat gajah betina, sehingga para pawang akan segera merantai gajah-gajah jantan ini agar tidak melukai manusia atau pun gajah lainnya.

Beberapa pawang yang terlambat menyadari ini menjadi korban sang gajah jantan, seperti jatuh dari gajah atau pun ditendang gajah. Pelatihan dan penjinak kan gajah di taman ini dimaksudkan agar gajah dapat berinteraksi dengan manusia dan memberikan manfaat dari tenaganya yang besar.

Beberapa gajah membantu dalam pengangkutan, membajak sawah atau pun sebagai gajah tunggang. Namun, semuanya dalam pengawasan petugas taman nasional dan tidak sesuai dengan sifat alami gajah. Wisatawan dapat mengikuti sesi tur gajah dengan menunggang gajah mengelilingi area rawa dan padang ilalang di taman ini.

Gajah-gajah yang telah terlatih ini mengikuti instruksi dari pawangnya untuk berjalan, berhenti, dan memutar sambil belalalainya tak henti-hentinya mencabut dan ilalang atau rumput yang dilewatinya. Hal ini tidak mengherankan karena gajah membutuhkan pakan hingga 136 kilogram per harinya, berupa rumput, ilalang, akar-akaran, kulit pohon, dan buah.

Sementara itu, kebutuhan airnya mencapai 180 liter air per hari, sehingga tak aneh jika kelompok gajah sangat senang berlama-lama di rawa atau sumber air. Mamalia yang mampu mencapai berat dua hingga lima ton ini pun dikenal sebagai hewan yang cerdas, sehingga mampu mengenali kawanan gajah dari jejak langkahnya.

Related News