• 25 April 2024

Peluang Besar Menanam Vetiver

uploads/news/2020/02/peluang-besar-menanam-vetiver-886199f7df9cee5.jpeg

Teknik budidaya tanaman, budaya masyarakat akan tanaman yang akan digunakan, pembangunan kapasitas bagi masyarakat di hulu dan tengah, penyuluhan manfaat sosial, ekonomi dari tanaman yang diusung dan rekayasa teknik dalam budidaya tanaman juga perlu diperhatikan.

JAKARTA - Terjadinya bencana longsor di Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor di awal 2020 memunculkan wacana untuk menanam vetiver atau akar wangi di daerah rawan bencana longsor untuk mitigasi bencana. Namun, menurut Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) University, Prof. Dr. Hadi Susilo Arifin, upaya mitigasi tersebut harus direncanakan secara transdisiplin dan terintegrasi.

Menurutnya, ada banyak tumbuhan yang bisa diusung sebagai tanaman pencegah erosi. Salah satunya, tanaman akar wangi (Vetiveria zizanioides) atau yang dikenal dengan nama vetiver. Vetiver merupakan tanaman yang memiliki akar cukup panjang hingga dua meter ke dalam tanah, sangat efektif mencengkeram tanah sehingga tidak mudah longsor. Di lain pihak, tanaman ini justru dipanen akarnya untuk bahan baku pembuatan minyak atsiri.

“Oleh karena itu, proses penanamannya harus dibuat zonasi sedemikian rupa sehingga masa pemanenan tidak bersamaan. Selain itu, teknik budidaya tanaman, budaya masyarakat akan tanaman yang akan digunakan, pembangunan kapasitas bagi masyarakat di hulu dan tengah, penyuluhan manfaat sosial, ekonomi dari tanaman yang diusung dan rekayasa teknik dalam budidaya tanaman juga perlu diperhatikan. Sebenarnya solusi yang tepat di wilayah hulu dan tengah untuk mencegah erosi adalah upaya pemberdayaan penanaman vetiver dengan teknik agroforestri,” jelasnya dalam keterangan tertulis IPB, di Kabupaten Bogorbelum lama ini.

Selain itu, teknik penanaman ini sarat dengan pengetahuan lokal dan kearifan lokal. Sistem tumpang sari vetiver juga dapat dikombinasikan dengan tegakan pohon. Seperti pohon buah-buahan, tanaman obat atau tanaman penghasil sayur. Nantinya, vetiver akan menjadi tanaman bawah terutama untuk kawasan dengan kemiringan lereng yang tinggi. Sementara untuk kawasan datar bisa dilakukan dengan sistem monokultur. Beberapa tegakan pohon yang potensial memproteksi tata tanah, tata air dan bahkan tata udara (penyerap karbon) seperti aren, putat, gayam, saninten, petai dan jengkol juga pala hutan. Pohon-pohon tersebut dinilai memiliki potensi ekonomi yang tinggi.

“Terkait dengan kebiasaan dan budaya masyarakat, tanaman yang sudah biasa ditanam masyarakat maka akan mudah untuk dapat diberdayakan dalam pengendalian lingkungan. Tapi jika mereka belum biasa dan atau tidak memiliki budaya menanam komoditas tersebut maka harus dilakukan penyuluhan intensif baik tentang teknik budidaya, aspek pemanenan dan pengolahan pasca panen, agroindustri, pemasaran dan agribisnisnya,” imbuhnya.

Sedangkan untuk rekayasa teknik, Prof. Hadi menyarankan untuk membuat beberapa perlakuan pada lahan pertanian di hulu dan tengah. Misalnya dengan membuat teras bangku, sengkedan dan guludan. Perlakuan ini juga bisa sekaligus dengan praktek alley cropping yaitu sistem lorong, baik agroforestri kompleks maupun agroforestri sederhana.

Kembangkan Tanaman Atsiri

Sementara itu, menurut dosen IPB University dari Fakultas Kehutanan, Dr Irdika Mansur, penanaman vetiver perlu dilakukan dengan teknik agroforestri. Yaitu sistem penggunaan lahan (usahatani) yang mengkombinasikan pepohonan dengan tanaman pertanian untuk meningkatkan keuntungan, baik secara ekonomis maupun lingkungan.

Menurut Direktur Seameo Biotrop ini, pemilihan jenis tanaman dan teknik budidaya yang tepat dapat mengurangi risiko terjadinya erosi, longsor, dan banjir. Ada beberapa tanaman atsiri yang bisa ditanam secara agroforestri dan dikombinasikan dengan akar wangi yaitu kayu putih, kenanga, pala dan sereh wangi. Kombinasi ini dapat mengurangi erosi secara signifikan sehingga dapat mencegah bahaya banjir dan longsor.

Daun kayu putih, lanjutnya, dapat dipanen empat tahun setelah tanam kemudian disuling untuk menghasilkan minyak kayu putih. Pohon kenanga sendiri mulai berbunga dua sampai empat tahun setelah tanam. Sementara bunganya dapat dipanen untuk disuling dan menghasilkan minyak kenanga (bahan parfum yang mahal). Pohon pala juga sangat dikenal masyarakat Bogor. Bijinya dapat dijual langsung atau diambil minyaknya, daging buahnya untuk minuman atau manisan. Pohon pala setidaknya perlu waktu lima tahun untuk mulai berbuah.

“Sereh wangi dipanen daunnya mulai enam bulan setelah tanam, panen selanjutnya tiga bulan sekali. Daun sereh wangi disuling untuk menghasilkan minyak sereh wangi, sedangkan daun limbah penyulingannya dapat digunakan untuk media produksi jamur pangan, seperti jamur tiram dan jamur merang. Limbah daun sereh wangi juga dapat dijadikan pakan ternak,” katanya.

“Sereh wangi tidak memiliki perakaran yang dalam, oleh karena itu untuk penguatan lereng perlu ditanam jalur vertiver (akar wangi) sejajar kontur. Rumput vertiver rimbun dan berakar dalam. Sereh wangi ditanam diantara jalur-jalur vertiver tersebut. Di jalur vertiver juga bisa ditanam kaliandra, kayunya dipanen untuk menyuling tanaman atsiri, daunnya untuk pakan ternak dan bunga kaliandra untuk mendukung budidaya lebah madu,” tambahnya.

Selain itu, tanaman-tanaman ini juga tidak memerlukan pengolahan tanah yang intensif. Sedangkan harga minyak-minyak atsiri yang dihasilkan juga sangat mahal dan merupakan komoditas ekspor. Oleh karena itu, menurutnya penanaman tanaman-tanaman atsiri dapat mengembangkan daerah pasca bencana banjir dan longsor menjadi tujuan wisata aromatik atau wisata atsiri.

“Wisatawan dapat berswafoto, panen daun atau bunga, menyuling minyaknya atau meramu parfum dari beberapa minyak atsiri alami tersebut. Budidaya tanaman atsiri dengan pola agroforestri akan membuat alam lebih tenang karena pada musim hujan, air hujan meresap ke tanah secara alami dan di musim kemarau sumur-sumur dan sungai tetap berair. Budidaya tanaman atsiri juga memberi pendapatan yang tinggi kepada petani. Alam tenang, petani pun senang,” pungkasnya.

Related News