• 18 April 2024

Bibit Biji, Solusi Produksi Bawang Merah

uploads/news/2019/10/bibit-biji-solusi-produksi-84234a5be3c4baa.jpeg

Penggunaan bibit biji menjadi solusi alternatif bagi para petani di tengah anjloknya harga bawang merah.

 

BANTUL - Di tengah anjloknya harga bawang merah, bibit dari biji bisa menjadi salah satu solusi bagi petani untuk menekan biaya produksinya. Petani yang biasanya menggunakan bibit dari umbi bawang bisa mencoba inovasi yang dilakukan petani di Sanden, Bantul. Salah satunya Ika Nartina Ningrum, petani bawang di Dusun Tegalsari, Srigading, Sanden, Bantul yang sejak awal 2018 menggunakan bibit dari biji.

Perempuan yang akrab disapa Ika itu mengaku sudah melakukan uji coba bibit biji sejak beberapa tahun silam. Uji cobanya kemudian berhasil setelah ia menggunakan media dan cara-cara yang tepat. Ika mengatakan bahwa penggunaan bibit dari biji lebih menguntungkan petani dalam biaya produksi.

Pasalnya dari lahan seluas 1.000 m2 hanya membutuhkan dua pak bibit biji dengan kisaran harga Rp300 ribu. Berbeda dengan pengunaan bibit umbi yang akan menghabiskan 1 kwintal umbi untuk lahan 1.000 m2 dengan harga sekitar Rp2,5 juta.

“Kalau saya harus tanam umbi habis 1 kwintal umbi itu kan sekitar kalau harga 25 ribu (per kilogram) kan sudah 2 juta setengah,” ujar Ika.

Selain lebih murah, bawang merah yang menggunakan bibit biji juga memiliki beberapa kelebihan, seperti lebih tahan hama dan penyakit, ukuran bawangnya juga lebih besar daripada bawang dari bibit umbi. Pengolahan tanah dan perawatan bawang dengan bibit biji cenderung sama dengan bawang dari bibit umbi. Hanya saja proses pra tanamnya berbeda dengan bibit umbi, pasalnya bibit biji harus disemai terlebih dahulu sebelum ditanam di lahan yang luas.

Proses penyemaian minimal 30 hari atau lebih hingga tumbuh sekitar 20 cm. Saat masa penyemaian petani bisa menggunakan polybag atau kotak yang terbuat dari kayu. Namun, menurut penjelasan Ika, penggunaan polybag lebih bagus agar saat dipindahkan ke lahan luas tanaman lebih mudah beradaptasi. Hal ini dikarenakan apabila menggunakan polybag, petani hanya perlu menyobek polybag yang digunakan dan memasukan hasil semai ke lubang tanam dan akar semaian juga ikut pindah.

Berbeda dengan penyemaian secara bersamaan di kotak, hasil semai harus dicabut dari media semainya sehingga benih yang dipindahkan akan kesulitan untuk beradaptasi. Ika mengatakan bahwa beberapa petani ada yang langsung melakukan penyemaian di lahan tanam, namun tidak berhasil. Penyebabnya yaitu terkendala rumput dan hama serta penyakit yang sulit diatasi.

“Kalau di sini kan (rumah pembibitan), sudah sekalian semprot sama benih yang lain. Mudah mengatasi hama dan penyakitnnya,” ujar perempuan yang akrab disapa Ika itu.

Saat menyemai bibit, setiap polybag bisa diisi 3 hingga 5 biji. Proses penyemaian seperti itu bertujuan agar saat tumbuh, buah bawang akan pecah atau tumbuh banyak dan berhimpitan serta terlihat seperti bawang biasa yang menggunakan umbi. Apabila menggunakan satu biji di setiap polybag, maka bawang hanya akan pecah menjadi 2 sampai 4 dan ukurannya terlalu besar.

“Biar kalau dijual kan laku seperti bawang biasa,” ungkap Ika.

Penyemaian yang dilakukan cenderung sama dengan penyemaian pada umumnya. Menurut Ika produk bibit biji yang memiliki hasil paling bagus adalah jenis lokananta dari merek Panah Merah. Setelah disemai, petani harus memindahkannya dari polybag ke lubang tanam. Proses ini membutuhkan waktu sekitar 4 hari untuk luas lahan 1.000 m2. Berbeda dengan bibit umbi yang hanya membutuhkan waktu setengah hari.

“Untuk perlakuannya sama kok (bibit biji dan bibit umbi). Cuma tenaga kerja sama harga bijinya yang membedakan,” kata Ika.

Menurut Ika, bawang bibit biji lebih baik ditanam di lahan berpasir agar gulma tanaman lebih mudah diatasi.Bawang yang memiliki rasa lebih manis itu menurut Ika lebih laku saat panen di musim kemarau.

“Kalau musim Januari, musim tanam musim hujan itu lebih laku yang bawang biasa (bibit umbi),” tuturnya. (FDT)

 

Related News