• 28 March 2024

Ibu Sayur Organik dari Lereng Merapi

uploads/news/2019/10/ibu-sayur-organik-dari-12221e2386541be.jpeg

Karena rumahnya di Megelang dikelilingi lahan yang luas dan jauh dari kota, Srini Maria Margaretha akhirnya lebih memilih menanam sayur organik hingga akhirnya masyarakat sekitar menyebutnya “ibu sayur organik.”

 

MAGELANG - “Ibu sayur organik,” itulah sebutan yang sering disematkan pada diri Srini Maria Margaretha. Sesuai dengan sebutan, dirinya merupakan sosok yang telah menekuni dunia sayur organik sejak 2004 lalu. Srini Maria Margaretha atau yang kerap disapa Srini ini, tidak menyangka bahwa ia memiliki julukan “ibu sayur organik.” Dirinya bercerita, hal ini bermula dari tempat tinggalnya yang terletak jauh dari kota namun dikelilingi oleh lahan yang luas.

Akhirnya, Srini berinisiatif untuk memanfaatkan lahan menjadi perkebunan sayur. Sehingga, pikirnya, Ia tidak perlu repot-repot pergi ke pasar untuk membeli sayur. Sayur organik dipilih Srini bukan tanpa alasan, terdapat banyak keunggulan dari sayuran organik. Menurutnya, sayur organik mengandung banyak vitamin yang baik untuk stamina tubuh. Rasa yang dihasilkan dari sayuran organik ini, juga lebih nikmat, terlebih lagi jika diolah menjadi segelas jus.

“Rasanya lebih enak, lebih segar kalau konsumsi sayur organik. Tidak ada rasa pahit, ketika sayuran dimakan,” ujar Srini (58) belum lama ini.

Berbagai macam jenis sayuran telah berhasil dibudidayakan Srini, seperti pakcoy, parsley, bit, selada, tomat, cabai hingga kucai. Menurutnya, hasil dari sayur organik ini lebih besar, lebih segar, gizinya pun lebih banyak, berbeda dengan hasil sayur non organik. Jadi, tak heran jika Srini pun mampu memasarkan hasil pertaniannya ke daerah-daerah di Pulau Jawa.

Selain pembudidayaan, Srini juga mencetuskan beragam kegiatan positif di lingkungan sekitarnya. Ia kerap kali memberi pelatihan bagi Ibu-ibu desa, maupun di beberapa perkumpulan petani. Tidak hanya sekedar berbagi ilmu, Srini juga memiliki keinginan agar para petani dapat meningkatkan poduktivitasnya melalui peluang yang ada pada sayuran organik.

Selama kegiatan pelatihan yang ia lakukan, selalu saja ada kendala di sekitarnya, salah satunya ialah masyarakat itu sendiri. “Antusias masyarakat di sini itu bagus-bagus, apalagi saat mengikuti pelatihan. Tapi praktiknya itu masih ada yang malas, dan petani di sini balik lagi ke sayuran kimia," ujar Srini.

Metode manual memang sengaja diterapkan dalam kegiatan pelatihan, dengan memanfaatkan bahan-bahan yang ada di sekitar. Sehingga, lebih hemat dan mudah. Namun, usaha yang dilakukan Srini membuahkan hasil, para masyarakat sekitar saat ini mampu melakukan pembibitan dan penjualan sayur ala mereka sendiri. Kegiatan tersebut berbekal dari Ilmu yang disampaikan oleh ibu sayur organik.

Ditambah, di balik nikmatnya sayur organik, terdapat prospek keuntungan yang cukup menjanjikan. Hal ini karena petani dapat menentukan harga sayurannya sendiri. Sebagai ibu sayur organik, Srini mengajarkan banyak hal bahwa tanaman harus dirawat dengan sepenuh hati. “Ibarat merawat bayi sesekali kita perlu menyapa tanaman. Bagi tanaman dapat merasakan perhatian tulus dari manusia. Jika dirawat dengan benar maka akan memperoleh hasil yang dapat memunculkan kepuasan tersendiri dan tentunya bisa dinikmati,” tutup Srini. (AR)

Related News