• 28 March 2024

Cipratan Emas Minapadi Purbalingga

uploads/news/2019/12/cipratan-emas-minapadi-purbalingga-27584a513ca720e.jpg

Sistem ini pun mulai menampakkan hasil yang berlimpah dan berlipat dibanding pertanian biasa.

PURBALINGGA - Desa Gembong, Kecamatan Bojongsari, Kabupaten Purbalingga, Provinsi Jawa Tengah, yang terletak di tenggara Gunung Slamet selalu diberkahi sumber air. Jadi, tak aneh jika kebanyakan warga setempat membudidayakan ikan atau menjadi petani. Kini, mereka pun berhasil menggabungkan keduanya, dengan sistem yang disebut sebagai sistem minapadi. Sistem ini pun mulai menampakkan hasil yang berlimpah dan berlipat dibanding pertanian biasa.

Minapadi sendiri merupakan sistem pertanian yang menggabungkan antara bertani padi dengan budidaya ikan. Ikan dibudidayakan di genangan air sawah yang ditumbuhi tanaman padi. Dari teknik ini, petani mendapatkan dua keuntungan sekaligus, yaitu panen padi dan ikan. Tahun ini, para petani memelihara ikan nila.

“Agustus mulai digarap, September tebar benih ikan. Jadi panen ikan sekarang baru dua bulan umur ikannya, tapi hasilnya sudah bagus,” ujar Ketua Kelompok Tani Sri Rahayu Desa Gembong, Udoyoko, seperti melansir Liputan6, Senin (02/12).

Baca juga: Inovasi Menguntungkan, Mina Padi

Menurutnya, sistem minapadi sangat menguntungkan, pendapatan petani juga bertambah dengan memanfaatkan genangan ini. Bahkan, Udoyoko mengklaim, produktivitas tanaman padi dalam sistem minapadi justru meningkat. Sebab, padi relatif lebih sehat karena keberadaan ikan yang memangsa hama padi.

“Kebetulan dari hasil panen itu, justru meningkatkan walaupun lahannya dikurangi untuk budidaya ikan, tapi hasilnya justru bagus.

Tahun ini, lahan persawahan yang sudah menggunakan sistem minapadi seluas 10 hektare dan nantinya akan diperluas lagi hingga tujuh hektare pada musim tanam kali ini. Dengan demikian, total area persawahan yang menggunakan minapadi di Desa Gembong mencapai 17 hektare. Dirinya menuturkan, semula para petani di Desa Gembong ragu untuk menerapkan sistem minapadi. Namun, setelah beberapa bulan melihat hasilnya, kini para petani justru lebih semangat.

“Sri Rahayu sendiri mengelola 25 hektare sawah, namun yang baru menggunakan sistem minapadi baru 17 hektare. Kalau dampak perekonomian sendiri jelas meningkat, ini kan baru awal, jadi secara bertahap insya Allah akan berdampak pada peningkatan ekonomi masyarakat Desa Gembong,” jelas Udoyoko.

Ia menambahkan, keberhasilan penerapan sistem minapadi di Desa Gembong tak lepas dari suplai air sepanjang tahun. Ketersediaan air yang berlimpah ini sangat cocok untuk budidaya ikan dengan sistem minapadi. Sistem pertanian intensif ini juga membuka peluang baru. Area minapadi Desa Gembong berpotensi menjadi destinasi wisata minat khusus.

Kepala Balai Besar Perikanan Budidaya Ikan Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi, Supriyadi mengatakan, karena menerapkan pertanian sistem minapadi, sejumlah petani dari luar pulau Jawa juga tertarik untuk belajar budidaya ikan dengan metode ini. Beberapa yang datang ke Gembong antara lain dari Banjarmasin, Kalimantan Selatan; Garut dan Kuningan, Jawa Barat; dan Bantul, Yogyakarta. Dengan penataan dan pengembangan, area minapadi Purbalingga kini berpotensi menjadi wisata edukasi sistem pertanian. BBPBAT Sukabumi juga berkomitmen untuk membantu budidaya di Purbalingga seluas 35 hektare.

“Minapadi bisa dilanjutkan dengan pariwisata. Ini akan mengundang masyarakat untuk belajar. Bisa berkunjung ke tempat kami di Sukabumi bagaimana minapadi bisa menjadi wisata yang viral di media sosial. Total bantuan yang kami berikan senilai Rp960 juta untuk 35 hektare di wilayah Purbalingga. Untuk Desa Gembong akan dikembangkan 17 hektare dengan total bantuan sebesar Rp470 juta,” kata Supriyadi.

Bupati Purbalingga, Dyah Hayuning Pratiwi berharap, sistem minapadi di Desa Gembong terus dikembangkan. Dengan begitu, kesejahteraan petani dan pembudidaya ikan akan meningkat. Apa lagi, sistem minapadi yang didukung oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan RI ini berhasil meraup panen ikan sebanyak 1,2 ton ikan nila per hektare.

“Kalau sudah menggunakan sistem ini beras-beras yang dihasilkan akan organik, apalagi jarang Purbalingga memiliki demplot pertanian organik. Padahal beras organik memiliki nilai ekonomi yang sangat bagus. Ikan bisa dipanen dalam jangka waktu dua bulan. Hasilnya cukup besar, bisa mencapai 3-4 ekor per satu kilogramnya di mana nilai ekonomisnya saat ini mencapai Rp25.000 per kilogram. Satu setengah bulan kemudian tinggal panen padi,” ujar perempuan yang kerap disapa Tiwi itu.

Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Perikanan Purbalingga, Sediyono mengatakan, kolam budidaya ikan di Purbalingga saat ini hanya 110 hektare. Melalui sistem mina padi ini, ia berharap pemanfaatan lahan untuk perikanan bisa ditingkatkan.

“Sehingga kami optimis tahun 2019 ini tingkat konsumsi ikan Purbalingga akan meningkat lebih dari 20 kilogram per kapita per tahun, sesuai apa yang jadi arahan bupati,” ujar Sediyono.

Related News