• 29 March 2024

Menjaga Benteng Terakhir Pulau Sangihe

uploads/news/2021/06/menjaga-benteng-terakhir-pulau-4625928dbed1abd.jpg

"Burung seriwang sangihe merupakan satu di antara empat jenis aves berkategori kritis.."

JAKARTA - Kabupaten Kepulauan Sangihe, begitu nama resminya, merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Kepulauan Sangihe dan Talaud berdasarkan Undang-Undang nomor 5 tahun 2002. Baik Sangihe serta Talaud saat ini telah berdiri sebagai kabupaten sendiri dan keduanya terletak di wilayah paling utara Indonesia berbatasan dengan perairan internasional Provinsi Davao del Sur, Kepulauan Mindanao di Filipina Selatan.

Dari Sangihe atau Talaud ke Davao berjarak sekitar 1.000 kilometer dan dapat ditempuh lewat perjalanan laut selama 20 jam. Seperti halnya Talaud, kondisi geografis Sangihe terdiri dari wilayah perairan dan pegunungan dengan keragaman kekayaan hayati di dalamnya.

Alam bawah lautnya kaya akan koleksi keindahan terumbu karang dan aneka ikan hias di samping sebagai lumbung ikan nasional terutama jenis tuna, tongkol dan cakalang atau TTC. Sedangkan di daratan, terutama wilayah pegunungan, terdapat aneka jenis flora dan fauna yang tak kalah memikat serta tak jarang merupakan endemik, artinya tidak ditemukan di kawasan lainnya.

Baca juga: Pembangunan Tambang Korbankan Burung Endemik

Salah satu tempat berdiamnya fauna endemik Sangihe ada di Gunung Sahendaruman, di selatan Pulau Sangihe. Gunung Sahendaruman adalah satu dari empat gunung api purba di daratan Sangihe, selain Gunung Awu di Taman Nasional Sanger. Keduanya adalah gunung api tidak aktif yang telah terbentuk sejak masa Pleistosen sekitar 2,5 juta tahun lampau.

Sahendaruman, menurut catatan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, merupakan kawasan hutan primer seluas 3.500 hektare yang masih tersisa dari Kepulauan Sangihe. Selain sebagai pemasok air utama masyarakat Sangihe karena terdapat 70 aliran sungai dan anak sungai, Sahendaruman juga menjadi rumah bagi satwa burung.

Hasil penelitian lembaga konservasi burung, Burung Indonesia, pada 2014, menemukan bahwa di sekitar kawasan hutan lindung Sahendaruman terdapat sekitar 18 jenis burung terdiri dari 10 jenis endemik dan delapan lainnya endemik subjenis.

Baca juga: Ini Fakta Unik Murai Batu

Jika mengacu kepada Daftar Merah Badan Konservasi Alam Internasional (IUCN), maka sebanyak empat jenis di antaranya masuk kategori kritis (Critically Endagered/CR) dan lima lainnya rentan (Vulnerable/VU) terhadap kepunahan. Burung seriwang sangihe merupakan satu di antara empat jenis aves berkategori kritis tadi.

Pemilik nama latin Eutrichomyias rowleyi itu pertama kali ditemukan oleh pakar konservasi asal Cambridge, Inggris, George Dawson Rowley. Bermula ketika Georg Eberhard Rumpf alias Rumphius, pakar botani Jerman mengeksplorasi wilayah timur Nusantara pada 1660. Rumphius saat itu mengabarkan kepada para ahli biologi Eropa akan kekayaan alam Indonesia. Kabar ini pertama kali coba dibuktikan kembali oleh Alfred Russel Wallace. Biolog Inggris itu pun mengadakan ekspedisi pada 1854-1862.

Baca juga: Seberapa Jauh Entook Bisa Terbang

Selama menjelajahi Nusantara, Wallace telah menempuh perjalanan sekitar 14.000 mil atau setara dengan 22.400 km untuk mengumpulkan 310 spesimen mamalia, dan 100 spesimen reptil. Kemudian 8.050 spesimen burung, 7.500 spesimen kerang, dan 109.700 spesimen serangga seperti kupu-kupu, lebah, atau ngengat.

Wallace juga menemukan adanya perbedaan antara hewan Asia dan Australia dengan membuat apa yang disebut sebagai Garis Wallacea, sebuah garis biogeografi yang membentang mulai dari timur Bali hingga sebelah barat Papua (Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara) serta wilayah Timor.

Baca juga: Beternak Murai, Ditawar Puluhan Juta

Related News