• 29 March 2024

Beras Adan, Beras Kesukaan Sultan

uploads/news/2019/11/beras-adan-beras-kesukaan-95963c06339831c.jpg

Konon, beras adan merupakan kesukaan dari Sultan Brune.

KRAYAN - Alam yang cantik, penduduknya yang ramah, udara segar, dan suasana yang sangat tenang merupakan daya pikat dari Kecamatan Krayan, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara. Selain itu, Krayan juga memiliki daya tarik yang lain, yaitu beras organik khas Krayan bernama Adan.

Sesuai dengan namanya, beras ini benar-benar dibudidaya tanpa sentuhan bahan kimia dan dalam prosesnya juga memerlukan ketelatenan. Ketua Komisi Ekowisata, Forum Masyarakat Adat Dataran Tinggi Borneo (FORMADAT), Alex Balang, menjelaskan jika produk unggulan Krayan itu sudah dijual sampai ke negara tetangga.

“Krayan memiliki banyak varietas beras organik, yang kami unggulkan dan kembangkan saat ini adalah beras adan. Ada tiga jenis yaitu beras merah, beras putih dan beras hitam. Beras kita ini sangat terkenal dan juga kita jual ke Malaysia, terutama ke Brunei,” seperti melansir Detik, belum lama ini.

Ia juga mengatakan jika mereka memiliki stok tersendiri di Brunei. Konon, beras adan merupakan kesukaan dari Sultan Brunei dan sang sultan juga mempunyai lumbung beras sendiri untuk beras adan.

“Beras adan ini merupakan kesukaan dari Sultan Brunei. Mereka punya lumbung sendiri untuk menyimpan beras dari Krayan,” tambahnya.

Nah, yang membuat beras adan spesial yaitu rasa dan proses menanam hingga panennya yang benar-benar tanpa bahan kimia. Prosesnya pun tidak boleh asal-asalan dan harus benar-benar diperhatikan.

“Yang membedakan beras Krayan dengan beras lainnya adalah rasa dan juga teksturnya yang lebih kecil. Rasanya pun lebih enak. Kami saja kalau makan bisa membedakan ini adalah beras organik dan ini tidak. Sangat berbeda di lidah,” tuturnya.

“Prosesnya pun juga berbeda dan semua diatur. Mulai dari cara menanam, jarak tanam, lama disemaikan, tidak asal-asalan dan semuanya ada cara dan diatur. Begitu juga dengan memberantas hamanya, dilakukan dengan bahan alami. Tidak ada bahan kimia walau pupuk ataupun obat hama,” jelasnya.

Tak hanya cara menanamnya saja, menurut Alex, proses panen dan penggilingan beras ini juga ada tata caranya. Apabila salah langka, maka panen bisa berantakan.

“Panen pun begitu, tidak langsung masuk ke lumbung padi. Harus dikeringkan dalam waktu tertentu juga, dan baru setelah itu dikeringkan dan dipilah yang ada isi dan yang hampa. Standar lumbung padi juga kita atur, alasnya tidak boleh menggunakan terpal. Harus menggunakan tikar Krayan yang dibuat dari anyaman. Ini untuk mencegah padi membusuk karena lembap,” lanjutnya.

Setelah dijemur, lanjut Alex, padi tidak langsung diantar ke penggilingan. Namun, padi harus didiamkan sehari, setelah itu diantar ke penggilingan. Cara menggilingnya juga tidak boleh asal-asalan dan ada aturan agar beras nantinya tidak patah maupun rusak.

“Saat proses penggilingan pun tak sembarang, padi harus digiling dan tak boleh patah. Ada pula orang khusus dan diberi pelatihan untuk menggiling padi dengan baik. Tidak boleh asal-asalan demi hasil yang baik,” tuturnya.

Para penduduk Krayan menyadari jika produk beras organik mereka berpotensi menjadi ladang uang. Karena itu, forum ada pun membentuk kelompok-kelompok tani dan diberi pelatihan. Alex bercerita, dulu sebelum ada program pelatihan, harga beras organik pernah ditawar murah yaitu per kaleng Rp200.000 (15 kilogram). Namun, setelah ikut pelatihan, para petani menetapkan harga beras untuk satu kaleng Rp404.000.

“Sekarang forum adat di bidang pertanian sedang mengontrol standar beras organik ini. Ada beberapa kelompok petani di Krayan yang dibina forum adat, diberi pelatihan, dan ada sertifikatnya. Dari segi harga pun berbeda beras yang bagian dari kelompok adat sama yang tidak,” tutupnya.

Related News