• 29 March 2024

Budidaya Teripang Pasir Cegah Kepunahan

uploads/news/2021/01/budidaya-teripang-pasir-cegah-201841fc86cbbf3.jpeg

Teripang memiliki kadar protein dengan kandungan lemak rendah, mengandung vitamin E yang dapat berperan sebagai antioksidan, serta mengandung mineral yang sangat penting dalam jumlah yang tinggi, terutama kalsium dan magnesium.

JAKARTA - Teripang pasir (Holothuria scabra) mungkin nama yang terdengar agak asing di telinga Sahabat Tani.

Pamornya tidak “sebeken” komoditas perikanan lain seperti ikan lele.

Namun, siapa sangka ternyata komoditas ini memiliki kandungan gizi dan nilai ekonomis yang tinggi.

Sayangnya, akibat mengandalkan penangkapan di alam, teripang pasir bisa terancam punah.

Baca juga: Cucut, Si Ramping Kaya Manfaat

Dalam keterangan tertulisnya, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), mengaku memiliki solusinya.

Teripang sendiri merupakan biota laut yang termasuk ke dalam filum Echinodermata.

Mereka juga dikenal juga dengan istilah timun laut, sea cucumber, dan bêche-de-mer.

Teripang sendiri, sejak lama telah dimanfaatkan oleh masyarakat Asia sebagai makanan dan obat tradisional.

Ini karena teripang memiliki kadar protein dengan kandungan lemak rendah, mengandung vitamin E yang dapat berperan sebagai antioksidan, serta mengandung mineral yang sangat penting dalam jumlah yang tinggi, terutama kalsium dan magnesium.

Teripang pasir juga mengandung omega-3, omega-6, omega-9, dan 16 jenis asam amino.

Untuk itu, usaha perbenihan dan budidaya teripang pasir perlu dilakukan sebagai salah satu komoditas di bidang akuakultur.

Terlebih lagi, sejalan dengan perkembangan teknologi, berbagai bahan bioaktif dari teripang semakin banyak diketahui, baik sebagai sumber senyawa bioaktif farmakologis maupun dalam bidang kosmetika. 

Sampai saat ini, teripang yang diperdagangkan masih mengandalkan hasil tangkapan alam, sedangkan hasil budidaya masih sangat terbatas.

Dalam dua dekade terakhir, kesulitan memperoleh teripang dari alam juga terjadi di Indonesia akibat penangkapan teripang  yang berlebihan.

Cepat atau lambat kepunahan spesies ini semakin terbuka, jika usaha budidaya tidak berhasil dilakukan. 

Mata rantai utama dalam sistem produksi teripang yaitu penyediaan benih.

Melalui serangkaian penelitian, Balai Besar Riset Budidaya Laut dan Penyuluhan Perikanan (BBRBLPP) Gondol-Bali, salah satu unit pelaksana teknis (UPT) BRSDM, berhasil mengembangkan teknologi pembenihan teripang pasir di hatchery.

Selanjutnya, benih tersebut dibudidayakan di bak beton, di tambak dengan menggunakan hapa, dan di laut dengan menggunakan kurung tancap.

Keberhasilan BBRBLPP dalam melakukan budidaya teripang pasir, membuka peluang perkembangan usaha budidaya teripang di masyarakat.

Terlebih, teripang pasir hasil budidaya, terbukti memiliki kandungan nutrisi yang sama dengan yang berasal dari alam.

Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, pun berharap jika hasil penelitian dari BBRBLPP, termasuk teripang pasir, dapat diimplementasikan di masyarakat untuk menggerakan roda perekonomian guna kesejahteraan masyarakat.

Sementara itu, Kepala BRSDM Sjarief Widjaja mengatakan, pihaknya akan menindaklanjuti arahan Menteri tersebut.

Sjarief sendiri berencana akan membuat instalasi-instalasi kecil di balai riset.

Ia juga sudah berkomunikasi dengan Gubernur Bali, I Wayan Koster untuk menetapkan sentra-sentra perikanan, termasuk teripang pasir, di Bali.

Sementara itu, teknologi pembenihan dan budidaya teripang pasir ini juga dibahas khusus pada kegiatan Sharing Session BRSDM, Rabu (27/1).

Baca juga: Target menjadi Produsen Udang Terbesar

Bertindak sebagai narasumbernya adalah peneliti utama BBRBLPP Sari Budi Moria Sembiring. 

Menurut peneliti utama BBRBLPP, Sari Budi Moria Sembiring, data Badan Pusat Statistik pada 2019 menunjukkan, volume ekspor produk teripang Indonesia pada Januari hingga Juli 2019 mencapai 780.803 kilogram, dengan nilai mencapai USD 8.762.309.

Menurutnya, dengan nilai ekonomi dan kebutuhan pasar yang tinggi, khususnya pasar Asia, maka terjadi overfishing.

Sehingga, perlu pengembangan budidaya, sebagaimana dilakukan penelitiannya di BBRBLPP.

Related News