• 26 April 2024

Cara Mendongkrak Produksi Kedelai Nasional

uploads/news/2021/01/cara-mendongkrak-produksi-kedelai-45848ae87aac078.jpg

Kedelai merupakan tanaman asli subtropis dimana di daerah subtropis panjang siang hari bisa 14-16 jam. Sedangkan Indonesia, dengan iklim tropis, memiliki panjang siang hari yang hampir konstan yaitu 12 jam.

JAKARTA - Naiknya harga kedelai membuat pengrajin tahu dan tempe mengeluh dan mogok produksi di beberapa tempat.

Harga kedelai yang awalnya berkisar Rp 7.000 per kilogram , kini menjadi berkisar Rp 9.200-9.600 per kilogram.

Kenaikan harga ini diduga karena produksi dalam negeri menurun serta kenaikan harga global.

Baca juga: Budidaya Kedelai demi Swasembada

Meski demikian, kedelai tetap merupakan sumber protein nabati yang menjadi bagian makanan penting bagi masyarakat Indonesia dalam bentuk tempe dan tahu. 

Karena itu, memajukan kedelai lokal menjadi narasi yang diusulkan berbagai pihak.

Kedelai lokal, umumnya digunakan sebagai bahan baku pembuatan tahu dan susu kedelai, sementara untuk tempe umumnya masih menggunakan kedelai impor.

Menurut dosen Institut Pertanian Bogor (IPB) University dari Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Dr. Radite P. Agus Setiawan, bibit kedelai varietas unggul telah banyak dikembangkan.

Selain itu, lanjutnya, pemerintah juga dapat mengadopsi teknologi budidaya kedelai jenuh air, inovasi dari Prof. Munif Ghulamahdi dan tim dari IPB University, untuk mendongkrak produktivitas.

Meski demikian, masih terdapat permasalahan terkait antusias petani dalam budidaya kedelai.

Hal tersebut terkait dengan produktivitas dan harga kedelai.

Kedelai merupakan tanaman asli subtropis dimana di daerah subtropis panjang siang hari bisa 14-16 jam. Sedangkan Indonesia, dengan iklim tropis, memiliki panjang siang hari yang hampir konstan yaitu 12 jam. Sehingga tanaman kedelai tidak mengalami proses fotosintesis secara sempurna karena kurang lamanya cahaya matahari. Akibatnya dapat berdampak pada ukuran kedelai yang cenderung kecil,” jelasnya dalam keterangan resmi IPB University belum lama ini.

Radite menuturkan, pemerintah menetapkan harga kedelai Rp 7.000 per kilogram berdasarkan harga pokok produksi.

"Kedelai yang dihasilkan oleh petani dengan teknologi konvensional hanya mampu menghasilkan 2-2.5 ton per hektar. Sedangkan jika petani menanam padi, mereka bisa mendapat hasil 6-8 ton per hektar. Teknologi IPB University, yaitu budidaya kedelai jenuh air dalam percobaannya, dapat menghasilkan 4 ton per hektar. Akan tetapi kontroversinya, jika ada air, petani lebih memilih menanam padi karena lebih menguntungkan," paparnya.

Ia menjelaskan, saat ini sulit mencari petani kedelai.

"Saya temui tahun 2014/2015 di daerah Nganjuk dan sekitar, mereka tanam padi-padi-kedelai. Itupun karena warisan budaya leluhur dan hanya satu kecamatan saja. Jika saatnya hujan tiba, kadang kedelai yang belum berbuah sudah di-traktor lagi untuk ditanam padi. Menurut mereka, lahan bekas kedelai lebih subur, itu indigenous knowledge mereka," jelasnya.

Karena itu, menurutnya, jika pemerintah ingin petani menanam kedelai maka tata keekonomian usaha taninya harus diperhatikan dan sebanding dengan padi.

Baca juga: Ini Alasan Harga Kedelai Naik

"Solusi ke depan sebaiknya pemerintah melalui Bulog, mematok harga terendah kedelai lokal 2,5 kali harga gabah agar petani antusias untuk menanam kedelai," tuturnya.

Ia menambahkan, ada dua alternatif jika ingin mempertahankan sumber protein nabati dari kedelai.

"Pertama harga harus dijamin sehingga petani untung, sepadan usaha tani padi.  Kedua, jika tidak harus kedelai sebagai sumber protein nabati, masih banyak sumber kacang-kacangan yang lain seperti kacang gude, kratok dan sebagainya yang budidaya dan iklimnya sesuai dengan kondisi tropis kita,” tandasnya.

Related News