• 18 April 2024

Burung Hantu, Pahlawan Desa Gledeg

uploads/news/2019/09/burung-hantu-pahlawan-desa-513698393f2000b.jpg

Banyaknya tikus di sawah? Tak perlu khawatir, karena ada tyto alba yang siap membantu para petani.

 

KLATEN - Sahabat tani mungkin tahu kalau populasi tikus di sawah yang tidak terkendali akan merugikan petani. Apa lagi, hal tersebut akan menghasilkan gagal panen yang tentunya sangat merugikan petani. Nah, dalam mengendalikan populasi tikus, dibutuhkan predator pemakan tikus yang dapat memangsa musuh petani tersebut.

Selain ular dan elang, burung hantu juga merupakan salah satu predator pemangsa tikus yang ampuh dalam mengendalikan populasi tikus. Salah satu yang menggunakan jasa burung hantu yaitu desa Gledeg, kecamatan Karanganom, kabupaten Klaten. Mereka menggunakan tyto alba atau yang biasanya dikenal sebagai burung hantu serak jawa.

Burung hantu ini sengaja dipelihara secara liar di area sawah seluas 65 hektare di desa Gledeg. Dikembangkan sejak 2014, para petani mendapatkan pembelajaran dari Tlogoweru, Demak, yang terkenal sebagai “desa burung hantu.”

Saat itu, pencetus program ini, Agung Sri Haryanto mulai mengajak warga untuk bersama-sama mengembangkan tyto alba di desa Gledeg. Namun, pada awalnya banyak yang menolak, karena menurut warga menggunakan tyto alba untuk memberantas hama tikus merupakan hal yang di luar nalar.

Namun, seiring berjalannya waktu dan bukti nyata yang menegaskan jika burung ini dapat memangsa hama tikus, warga mulai mempercayai ide Agus tersebut. Agus mengatakan, selain dengan bekal pembelajaran, bantuan dana dari Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM) Perdesaan sebanyak Rp5 juta menjadi modal awal.

Setelah itu, Agus dan tim pengembang biak burung hantu untuk membuat rubuha yang ditempatkan di areal sawah warga. Rubuha merupakan rumah-rumah burung yang sengaja dibuat untuk ditinggali oleh burung-burung. Bentuknya menyerupai rumah, namun dengan skala yang lebih kecil dan terdapat lubang sebagai tempat keluar masuk.

“Awalnya cuma pakai rubuha yang dari bambu, tapi setelah dua tahun dia roboh. Kemudian mendapat bantuan dari PNPM sebanyak Rp5 juta, alhamdulillah akhirnya kami bisa membuat rubuha permanen di tempat-tempat yang sudah ditargetkan,” katanya beberapa waktu lalu.

Tahun lalu, Agus dan timnya berhasil menambah rubuha di 43 titik dengan bantuan dana desa yang dikucurkan tahun lalu sebesar Rp45 juta. Sekarang ini sudah terdapat 68 rubuha yang tersebar di desa Gledek dan beberapa titik sudah berhasil ditempati oleh burung hantu tersebut.

Agus juga mengungkapkan jika burung hantu ini tidak dapat dikembangbiakan secara sengaja karena kebutuhan akan makanannya, yang membuat burung hantu ini tidak bisa berkembang biak dengan semestinya seperti di alam liar. Karena jumlahnya yang masih sedikit itulah yang membuat Agus masih belum sanggup jika harus menuruti permintaan desa lain untuk memberikan burung hantu tyto alba tersebut.

“Burung hantu ini tidak bisa dikembangbiakan seperti hewan lainnya. Karena kebutuhan makannya banyak, jadi kita tidak sanggup untuk mencukupi kalau harus sama seperti di alam liar. Makanya, jika ada desa lain yang meminta burung hantu, kami belum bisa memenuhi karena hal itu tadi,” ungkap Agus.

Untuk melindungi burung, perangkat desa Gledeg menerbitkan Peraturan Desa No.3/2012 Tentang Larangan Memburu Burung Hantu. Jika ada warga yang melanggar, terancam denda sebesar Rp5 juta. Selain burung hantu, juga dilarang memburu dan menyetrum satwa lain di wilayah desa tersebut agar populasi mereka tetap aman dan tidak terganggu campur tangan manusia.

Related News